Jah, udah lama ga gw update...
“Mr. Armando, bagaimana perasaanmu sekarang?” tanya seorang suster padaku.
“Lelah. Kapan aku bisa dapat kopiku?” aku bertanya balik.
Aku mendengar suster itu tertawa sambil berkata kalau aku belum boleh minum kopi atau sejenisnya. Aku masih dalam masa pemulihan jadi harus menjaga makanan yang masuk ke badanku. Aku baru saja menyelesaikan latihan berjalan. Setiap hari kegiatanku diisi dengan melewati berbagai macam terapi. Mereka terkejut melihat perkembanganku yang begitu pesat. Ha! Mereka belum tahu siapa Diego Armando.
“Suster, bagaimana kabar alat yang mereka buat untukku?” tanyaku penasaran.
“Oh, alat yang bisa membantumu melihat? Mereka sedang mengerjakannya.” jawab suster.
“Aku bosan melihat kegelapan seperti ini. Aku ingin segera melihat wajah suster yang merawatku.”
“Jangan terlalu banyak berharap, Mr. Armando. Aku tidak secantik pikiranmu.” suster itu tertawa bersamaku.
Mungkin karena telah lama melihat kegelapan, pendengaranku menjadi sedikit lebih sensitif dari biasanya. Aku bisa mendengar suara langkah kaki dari arah pintu berjalan ke arahku. Siapa ini? Aku sudah hafal suara langkah kaki Pak Dokter yang baik itu. Tapi langkah kaki ini berbeda. Langkahnya pendek-pendek. Bisa kutebak kaki orang ini tidak panjang. Hmmm… apakah orang ini adalah ….
“Diego, ini aku Grossberg.”
Ha! Sesuai dengan dugaanku. Sepertinya ketajaman otakku tidak menumpul setelah diistirahatkan selama 5 tahun. Setelah itu aku mendengar suster itu undur diri agar aku bisa berbincang-bincang dengan Grossberg.
“Halo Pak Tua. Senang bisa mendengar suaramu lagi.” kataku.
“Ahem… kau sedikit berubah. Dulu saat aku lebih muda, aku ingat kalau …”
“Rambutku putih ya, eh? Sepertinya aku duluan yang memiliki rambut putih dari padamu.” aku mencoba untuk berguyon sedikit. “Bagaimana kabar kantor, Grossberg?”
“Baik-baik saja. Tapi belakangan ini Biro Hukum kita mendapat sedikit kesulitan.” suara terdengar lesu. Aku bisa membayangkan dia menunduk sambil menatapku.
“Kau merasa kesulitan karena kehilangan pengacara terbaikmu selama 5 tahun?” tanyaku sambil tertawa. “Setelah keluar dari sini, aku pasti akan kembali bekerja padamu.”
“Terimakasih.”
Kami diam sebentar.
“Bagaimana kabar Mia?” tanyaku lagi. Sudah lama aku ingin menanyakan kabar anak kucingku itu.
Grossberg tidak langsung menjawab. Ada jeda beberapa detik sebelum dia membuka mulut, “Baik.”
Ada yang aneh. Suaranya tidak terdengar meyakinkan. “Bagaimana karirnya sekarang? Apa dia masih takut menghadapi kejamnya pengadilan?”
“Dia membuka Biro Hukum sendiri. Dia bahkan punya mitra junior yang menjadi muridnya.”
“Wow, anak kucing kita sudah jadi kucing betina.” pujiku.
Mia, sudah sejauh mana kau berkembang? Bisa kutebak kalau karirmu sudah semakin menanjak. Aku tidak bisa berhenti tersenyum jika membayangkan kau punya murid. Muridmu pasti orang paling beruntung karena bisa mempunyai mentor secantik kau. Mia, Mia, aku turut merasa senang. Padahal terakhir kali kita bertemu, kau adalah pengacara pemula yang penakut. Kau tidak mau kembali ke pengadilan setelah sidang pertamamu berjalan kacau dan di luar kendali. Kasihan sekali kau. Padahal itu sidang pertamamu. Tapi semuanya kacau gara-gara gadis itu.
Dahlia Hawthrone.
Gadis terkutuk! Dia tak hanya menghancurkan karir Mia, dia juga telah menghancurkan hidupku! Gara-gara dia, aku harus koma selama 5 tahun. Gara-gara dia, aku jadi seperti ini! Gara-gara dia, aku jadi buta! Aku pasti akan membalasnya jika aku keluar dari sini.
“Ahem… aku lupa memberitahumu,” kata Grossberg tiba-tiba, “gadis itu akan dihukum mati sebentar lagi.”
“Siapa?” tanyaku.
“Siapa namanya? Ah… Dahlia. Dahlia Hawthrone.” jawab Grossberg.
Oh! Dia sudah menerima hukuman yang setimpal dengannya. Baguslah. Aku turut senang. Namun aku tetap merasakan kekecewaan karenanya. Aku jadi tidak bisa membalaskan dendamku dengan tanganku sendiri. Ironis sekali.
“Atas tuduhan apa?” tanyaku penasaran.
“Pembunuhan atas mantan pacarnya.” jawab Grossberg. “Dia sangat jahat, Diego. Dia berusaha menjadikan pacarnya sebagai tersangka.”
Jangan tertipu dengan wajah manis, itu prinsipku. Dahlia Hawthrone memang malaikat berhati iblis.
“Mia yang membuktikan dia pembunuhnya.” lanjut Grossberg.
“Mia? Sudah kuduga dia akan menjebloskan gadis itu ke penjara suatu hari.”
“Itu kasus pertamanya setelah sidang Tery Fawles,” Grossberg melanjutkan kisahnya, “8 bulan setelah kau koma. Dia membela seseorang bernama Phoenix Wright. Dia dituduh membunuh Doug Swallow. Sebelum terjadi pembunuhan, Wright bertengkar dengan Swallow. Saksi dalam kejadian itu adalah Hawthrone.
“Tentu saja dia bersaksi bahwa dia melihat pacarnya membunuh Swallow. Siapa sangka kalau sebenarnya dialah yang membunuh Swallow. Anak muda zaman sekarang. Mereka tidak punya hati.”
“Sepertinya dia saja yang memiliki hati jahat. Lanjutkan.” kataku.
“Mia hebat sekali saat itu. Dia tidak hanya berhasil membuktikan kliennya bersalah, dia juag berhasil membuktikan kalau Hawthrone yang meracunimu.”
“Keberatan jika kau membagi detail peristiwa itu padaku?” aku makin penasaran.
“Dia membawa racun di dalam kalungnya. Apa kau ingat seperti apa kalung yang ia pakai, Diego?”
Aku mencoba untuk mengingat. Samar-samar aku masih ingat kalungnya itu. Aku bahkan memuji kalungnya. Kalungnya cantik, berbentuk hati. Di tengah kalungnya itu terdapat sesuatu seperti botol kecil dari kaca. Aku tidak pernah menyangka kalung secantik itu adalah alat pembunuhan.
“Setelah dia meracunimu, dia pergi dari cafetaria.” lanjut Grossberg. “Ia lalu menuju perpustakaan pengadilan. Di sanalah ia bertemu dengan Wright. Dia memberikan kalung itu pada Wright dengan dalih kalau mereka ditakdirkan untuk bersama. Dengan hilangnya kalung itu, Dahlia tidak bisa dibuktikan telah membunuhmu.”
“Biar kutebak,” sambungku, “pemuda tidak beruntung ini masih menyimpan kalung itu dan menunjukkannya pada Mia.”
“Ahem… tajam seperti bisa. Dia memang melakukannya.” tanggap Grossberg. “Pemuda ini kini menjadi pengacara di Biro Hukum Fey.”
‘Seperti apa orangnya?”
“Dia pengacara yang hebat. Dia memenangkan banyak kasus. Dia bahkan berhasil mengalahkan Jaksa Miles Edgeworth, Jaksa Manfred von Karma, dan Jaksa Franziska von Karma.”
“Siapa itu Franziska?”
“Anak Manfred von Karma. Kau tahu dia kan?”
“Jaksa tua angkuh yang selalu menang itu bukan? Kudengar dia adalah mentor dari Edgeworth kecil si anak anjing itu.”
“Dia sekarang ditahan atas tuduhan membunuh Gregory Edgeworth dalam peristiwa DL-6.”
Aku terkejut, “Dia pembunuh?”
“Mungkin aku juga perlu memberitahumu kalau Robert telah meninggal karena dibunuh.” lanjut Grossberg.
Ha! Banyak sekali yang terjadi saat aku tidur. Aku merasa kesal sekali karena tidak dapat menyaksikannya secara langsung. Aku memang tidak terlalu suka dengan Hammond selama bekerja di Biro Hukum Grossberg, namun aku tidak pernah menyangka dia akan dibunuh orang.
“Dia dibunuh oleh Yanni Yogi. Dia klien Robert pada kasus DL-6.” kata Grossberg.
“Kenapa dia membunuhnya? Dendam pribadi?”
“Betul sekali, Diego. Dia dendam pada Robert. Dia berhasil dibuktikan tidak bersalah pada kasus itu karena Robert bilang kesehatan mentalnya terganggu. Rupanya dia mendapat banyak tekanan karenanya. Dia disangka benar-benar cacat mental. Robert secara tidak langsung telah menghancurkan hidupnya.”
“Ia lalu membunuh Hammond.”
“Atas petunjuk von Karma.” sambung Grossberg. “Dia lalu menjadikan Jaksa Edgeworth sebagai tersangka pembunuhan Robert dengan memanggilnya ke TKP pada saat terjadinya pembunuhan. Setelah itu dia yang menjadi jaksa dalam sidang.”
“Dia memang orang yang kejam.”
“Wright yang membela Edgeworth saat itu. Dia berhasil mengungkap kebenaran. Sama seperti Mia.”
Aku tidak bisa menahan senyumku. Mia, kau punya murid yang pintar. Aku turut senang mendengarnya. Tampaknya kau telah sukses menurunkan ilmumu padanya.
“Mia pasti bangga melihatnya dari sana.” gumam Grossberg.
‘Dari sana’? Apa maksudnya? Saat aku baru mau menanyakan hal itu, aku mendengar Grossberg berdiri dari kursinya.
“Aku harus kembali sekarang. Semoga cepat sembuh.” katanya.
“Hei Grossberg! Suruh Mia ke sini kalau dia ada waktu. Banyak hal yang ingin kutanyakan padanya.” kataku.
Grossberg diam sebentar, “Semoga harimu menyenangkan, Deigo.”
Grossberg tidak menjawabku. Aku merasa ada yang aneh. Dia tidak pernah bersikap seperti ini padaku. Aku yakin ada sesuatu yang ia sembunyikan. Pasti ada sesuatu yang terjadi pada Mia.
Perasaanku tidak enak.
***