The First Indonesian Phoenix Wright Forum
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.


Daryan, I consider that my last session with you... We rocked.
Klavier Gavin, Lead Vocal of The Gavinners

 
HomeHome  PortalPortal  GalleryGallery  Latest imagesLatest images  SearchSearch  RegisterRegister  Log inLog in  

 

 it's a turnabout life

Go down 
+4
TsukishiroX
D. A. Taufik
Reina von Gant
mikumo-hime
8 posters
Go to page : 1, 2  Next
AuthorMessage
mikumo-hime
Prosecutor
Prosecutor
mikumo-hime


Female Number of posts : 373
Age : 32
Location : ShinRa Company, 70th floor
Reputasi : 0
Registration date : 2008-09-07

it's a turnabout life Empty
PostSubject: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeTue Oct 28, 2008 9:48 pm

heeemm...jadi gw memutuskan untuk ngepost backstory-nya sims 2 gw disini. bagemana william lahir dan segala rupanya will be revealed! perlu diingatkan bahwa sebuah fanfic pasti penuh dengan spoiler, dan fanfic ini AU - stelah kasus pmbunuhan bruce goodman. jadi ga ngikutin alur cerita GS bener2.

...judul mungkin nanti bisa berubah-ubah...soalnya judulnya belom bener2 ketemu...moga2 ntar seiring ceritanya berjalan gw nemu judul yang bener ato ada yang ngusulin judul yang bagus >.<

ok so start from the synopsis dulu. english sih, tapi no worries kok tar cerita2 selanjutnya in indo.

haiotto!

Almost four years had passed since the trial of Chief Prosecutor Lana Skye. In the end, she was sentenced guilty for helping Chief of District Police Damon Gant for the murder of Detective Bruce Goodman, and was sentenced to jail for three years by the high court. But unfortunately, Lana had died due to sickness. Since then, things had gone back to normal for Phoenix Wright and the others. But one thing still bothers him…

Where did Miles Edgeworth had gone to?

It was shocking news when the bellboy told Phoenix that he found the letter on Edgeworth’s desk in the High Prosecutor Office. Phoenix then asked everyone where Edgeworth had gone to, but nobody knew. Pearl and Maya had tried channeling his spirit in case he had died, but they both claimed that he is still alive somewhere. When they finally found his address, it turned out that his grand estate was sold. Gumshoe had tried to help investigate his whereabouts, but Edgeworth was gone without a trace. And until now, nobody knows…

Except for one person…
Back to top Go down
http://natsumi726.deviantart.com
Reina von Gant
Detective
Detective
Reina von Gant


Female Number of posts : 159
Age : 32
Location : Behind you....~
Reputasi : 0
Registration date : 2008-09-16

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeThu Oct 30, 2008 8:35 pm

Selamat! Untung pakai bahasa inggris. Anda tidak perlu menerima kritikan mengenai penulisan dari saya (kerjaan sehari-hari gw sih)

Jah! Cliffhanger! Lanjutin! Lanjutin! Gak mau tahu! Lanjutin!

Penasaran sama si william
Back to top Go down
http://reinarandwulf.multiply.com
mikumo-hime
Prosecutor
Prosecutor
mikumo-hime


Female Number of posts : 373
Age : 32
Location : ShinRa Company, 70th floor
Reputasi : 0
Registration date : 2008-09-07

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeFri Oct 31, 2008 11:32 pm

*siap2 ditimpuk bata sama seforum* ano...mohon maaf kalo ada typo ato kata-kata yang rada aneh. gw ga biasa nulis fanfic indo soalnya...

It's A Turnabout Life

Chapter 1: The Prelude of Turnabouts.

Los Angeles, 25 Juli 2017

Ema Skye berlari di sepanjang jalanan Los Angeles. Jas labnya yang panjang dan mencolok melambai-lambai karena diterpa angin. Rambutnya kusut dan ikat rambutnya sudah hilang entah ke mana, tubuhnya berkeringat, wajahnya memerah karena dehidrasi, kakinya terluka di sana-sini, menandakan bahwa ia sudah terjatuh beberapa kali.

GUBRAK!

Lagi-lagi ia jatuh. Kali ini karena tersandung bata, setelah sebelumnya tersandung batu, trotoar, buntut anjing, dan ban serep. Alat-alat eksperimennya berhamburan dari tas, dan sepertinya bertambah satu lebam dan goresan di kakinya. Ia hampir menangis, namun cepat-cepat ia punguti alat-alat eksperimennya, lalu berdiri dan berlari lagi. Beberapa orang yang melihatnya berpendapat bahwa ia sudah gila atau sedang dikejar-kejar pembunuh, atau mungkin dia sedang mengejar maling celana dalam. Ema tentu saja mendengarnya. Jika ia sedang tidak buru-buru seperti ini, ia akan menonjok semua orang itu satu-satu. Namun ia tidak punya waktu. Ia harus cepat bertemu dengan orang itu…karena dialah satu-satunya orang yang bisa menolong…

Dan memang dia yang harus tanggung jawab! Gerutunya dalam hati sambil terus berlari.

Akhirnya setelah berlari selama setengah jam tanpa henti ia sampai di tempat yang ditujunya: Kantor Kejaksaan Agung. Napasnya tersengal-sengal. Dengan lunglai ia berjalan memasuki bangunan tersebut.

“Ema?! Kau…kau kenapa?! Kau tidak apa-apa?!” tanya Sylvia, petugas resepsionis kantor kejaksaan yang akrab dengannya. Bagaimana orang tidak khawatir, melihat Ema yang wajahnya seperti hampir pingsan. Sylvia lalu menuntunnya ke ruang istirahat dan memberinya segelas air. Ema langsung menenggak semua airnya, meletakkan gelasnya ke meja samping lalu berdiri lagi.

“Ema! Kau mau kemana?! Wajahmu masih pucat…kakimu berdarah…” Sylvia berusaha menyuruh Ema untuk kembali beristirahat, tetapi sepertinya sia-sia. Ema terus berjalan menuju pintu.

“…Sylvia…” panggilnya di antara napasnya yang tersengal-sengal

“Ya, Ema?”

“…Mr. Edgeworth…ada di ruangannya kan?”

“I-iya…”

Ema langsung membuka pintu dan berjalan menuju lift secepat mungkin, menghiraukan Sylvia yang berteriak-teriak memanggil namanya.

Begitu pintu lift tertutup, Ema langsung memencet tombol lantai 12. Sambil bersandar pada dinding lift, ia memandangi panel LCD di atas pintu lift yang semakin lama nomornya semakin tinggi – tanda bahwa lift itu semakin naik.

Sebentar lagi…sebentar lagi…
Kakak, maaf ya…aku sudah melanggar janji terakhir kita…
Tapi aku benar-benar harus melakukannya…karena ini jalan yang terbaik.


Akhirnya panel LCD tersebut menunjukkan angka 12. Laju lift terhenti, dan terdengar suara bel diikuti pintu lift yang terbuka. Ema tidak membuang waktu untuk segera melangkah keluar menuju office no. 1202 meskipun sekujur tubuhnya sangat sakit. Di pintu office tersebut, tertera nama Miles Edgeworth di atas papan plakat berwarna emas yang saking kinclongnya bahkan dapat beralih fungsi sebagai kaca. Tanpa basa-basi langsung dibukanya pintu itu, mengagetkan Edgeworth yang sepertinya sedang sibuk menulis di meja kerjanya.

“MR. EDGEWORTH!” teriak Ema keras-keras.

Tangan Edgeworth spontan berhenti. Ia hanya bisa menatap Ema tanpa ekspresi ketika gadis itu mendekati mejanya. Ema merasa aneh mengapa setidaknya ia berkomentar tentang bajunya yang lusuh padahal ia tahu betul bahwa Edgeworth sangat memperhatikan kebersihan dan penampilan setiap tamu yang berkunjung ke ruangannya. Setelah saling pandang cukup lama, Edgeworth kembali mengarahkan pandangannya pada surat yang baru ia tulis di atas meja, melipatnya dengan rapi, lalu ia menunduk dan membuka laci dan mengaduk-aduk isinya. Sepertinya ia mencari amplop.

“…Kakak…meninggal semalam…” kata Ema memecah keheningan. Ia mencoba berbicara setenang mungkin “Kau…tahu?” Edgeworth mengangguk, sambil masih mencari-cari amplop. Akhirnya ia menemukan satu, lalu membawanya ke atas meja.

“Lalu, kau kesini dengan tampang tidak karuan seperti orang homeless hanya untuk memberitahukan sesuatu yang aku sudah tahu?” katanya sambil mengamplopkan surat, melepaskan segel lemnya lalu kembali menunduk dan mencari stempel.

Ema mulai emosi. “Kau tahu kenapa kakak meninggal?” tanyanya dengan nada meninggi.

Edgeworth terhenti, lalu menatap Ema “Karena sakit, bukan?”

Ema menggeleng “Kalau kau ingin tahu alasan sebenarnya kenapa kakak meninggal…ikut aku ke rumah sakit sekarang”

Edgeworth berpikir sejenak, lalu kembali membongkar lacinya “Tidak berminat”

Mata Ema yang sejak tadi sudah memerah sekarang sudah meneteskan air mata “Kau…kau pacar kakak, kenapa kau dingin sekali menanggapi kematiannya?!”

Edgeworth menghela napas, lalu menatap Ema lagi. “Jadi maksudmu, kau mau aku menangisi kematian Lana sampai meraung-raung seperti pria-pria di telenovela, begitu?! Ema, kalau kau hanya ingin menggangguku, tolong kau segera keluar dari ruanganku, mengerti?! Aku sedang sibuk!”

Ema tertegun mendengar perkataan yang baru saja dilontarkan Edgeworth. Tanpa basa-basi lagi, Ia melangkah maju ke depan meja kerja…

PLAAAAAAAAAAAKKKKKKKKKK!!!!!!!!!!

Edgeworth berusaha mencerna kejadian yang baru saja terjadi secepat mungkin.

Ema Skye, 16, cewek, adik pacarnya, menamparnya.

Edgeworth shock. Baru sekali dalam seumur hidup dia ditampar cewek.

---

Suasana dalam mobil Alfa Romeo Brera berwarna merah itu sangat sunyi. Hanya bunyi mesin mobil yang halus terdengar. Edgeworth yang menyetir dengan wajah mahal senyumnya yang sepertinya lebih muram dari biasa, entah karena konsentrasi menyetir atau meringis karena bekas tamparan Ema masih terlihat jelas di pipinya dan terlihat menyakitkan. Ema yang duduk di kursi penumpang hanya memandangi pemandangan yang lalu lalang lewat jendela dengan tatapan kosong. Keheningan itu terus berlanjut sampai mereka mencapai tujuan mereka – Cedars-Sinai Medical Center.

Setelah Edgeworth memarkirkan mobilnya, Ema langsung memimpin jalan tanpa berkata apa-apa. Melewati lorong-lorong rumah sakit yang penuh dengan orang-orang lalu-lalang, Edgeworth hanya mengikuti tanpa banyak basa-basi sampai mereka melewati satu plang bertuliskan NICU – Neonatal Intensive Unit Care. Langkahnya langsung terhenti.

“Ema…”

“Ya, Mr. Edgeworth?”

“Aku sudah merasa aneh sejak kita masuk ke bangsal unit pediatrik. Sekarang untuk apa kita sampai masuk NICU?! Bukankah kau mau mengajakku menemui Lana untuk terakhir kalinya?”

“Kau ini pacar macam apa! Kakak sudah dimakamkan tadi pagi! Masa kau tidak tahu?!”

“Jadi sekarang kita ke tempat ini untuk apa?!”

“….”

“Ema Skye, jawab aku!”

Ema berbalik badan dan melanjutkan langkahnya, tidak menggubris pertanyaan yang dilontarkan Edgeworth. Edgeworth tidak punya pilihan lain kecuali mengikuti Ema.

Beberapa saat setelah Ema berbicara kepada dokter jaga bagian NICU, mereka lalu diharuskan memakai jubah plastik yang mirip jas hujan untuk menjaga kehigienisan ruangan. Setelah itu, pintu otomatis terbuka, memperlihatkan beberapa kotak kaca bening berisi bayi. Di setiap inkubator tersebut, tergantung kartu status pasien yang berupa nama, tanggal lahir dan catatan-catatan medis para bayi-bayi itu. Entah kenapa, Edgeworth merasa tidak nyaman berada di dalam situ. Ia ingin cepat-cepat keluar – ia tidak terlalu suka dengan anak kecil, terutama bayi karena mereka merepotkan. Tak ada satupun ide di kepalanya mengapa Ema mengajaknya ke situ.

Mereka lalu terhenti di depan sebuah inkubator yang isinya seorang bayi yang sangat kecil dibanding bayi-bayi lainnya. Edgeworth melirik ke kartu statusnya dan mendapati bahwa kolom namanya belum terisi dan tanggal lahirnya adalah 24 Juli 2017.

Kemarin?


“Mr. Edgeworth…”

Suara Ema memecahkan konsentrasinya. Ia mengalihkan perhatiannya dari kartu status bayi tersebut dan menatapnya. “Y-ya? Ada apa, Ema?”

“Anak ini…adalah anakmu”
Back to top Go down
http://natsumi726.deviantart.com
D. A. Taufik
Bassist of Daiben
Bassist of Daiben
D. A. Taufik


Male Number of posts : 2532
Age : 29
Location : Bogor, Indonesia
Reputasi : 3
Registration date : 2008-07-05

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeSat Nov 01, 2008 4:19 am

reaksi: ANAKKU?? OH TIDAK TiDAK GIMANA INI INI ANAK GUA OH TIDAAK AAA

hare gini wajib lebay dong Razz
Back to top Go down
http://vieralita.deviantart.com/
TsukishiroX
Prosecutor
Prosecutor
TsukishiroX


Male Number of posts : 1231
Age : 30
Location : High Prosecutor Office, Room No. 666
Reputasi : 2
Registration date : 2008-09-02

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeSat Nov 01, 2008 12:54 pm

Di kopi dlu deh...
Pake bhs inggris gpp kan?

Ada yang g ngerti kah?
Back to top Go down
http://tsukishirox.deviantart.com
mikumo-hime
Prosecutor
Prosecutor
mikumo-hime


Female Number of posts : 373
Age : 32
Location : ShinRa Company, 70th floor
Reputasi : 0
Registration date : 2008-09-07

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeSun Nov 02, 2008 12:10 pm

hahaha gatau nih kenapa gw pengen aja nulis fanfic indo. yak ini chapter 2...maap kalo lebai. salahkan dr. naruhobo yang menularkan sifat lebainya ke gue *disambit*

Chapter 2: I have a son?!

“Anak?! Ti…tidak mungkin….Ema, bercandamu sudah keterlaluan! Tidak mungkin aku…”

“Sudahlah, akui saja! Kalian berkencan semalam sebelum Christmas Eve dan menghilang sampai pagi kan?! Kalian melakukannya waktu itu kan?!”

“Me…memang sih…tapi tunggu! Bukankah kalau dia benar-benar hasil hubunganku dengan Lana, maka seharusnya ia masih belum lahir?!”

“Anak ini lahir prematur karena kakak menderita stres berkepanjangan! Sewaktu disidang, sebenarnya kakak sudah hamil dua bulan!”

“Ema, kau…kau bohong! Tidak…tidak mungkin…anak ini tidak mungkin anakku! Ini semua mimpi! Ini semua…”

“Mr. Edgeworth! Tenangkan dirimu! Mr. Edgeworth!”

Melihat Edgeworth yang gemetaran, cepat-cepat Ema membawanya keluar dan menyuruhnya duduk di ruang tunggu depan NICU sementara ia pergi membeli jus. Sementara ia duduk sendirian, ia berusaha menenangkan dirinya. Namun sejak tadi ia terus gelisah, keringat dingin membasahi tubuhnya, dan otaknya dipenuhi dengan perasaan bersalah. Tak lama kemudian, Ema kembali membawa dua kaleng jus lemon kesukaannya. Setelah beberapa teguk, Edgeworth menghela napas dan menyenderkan tubuhnya ke dinding. Pandangannya tertuju pada jendela. Cuaca di luar sangat cerah. Ia berharap hari ini isi hatinya bisa secerah itu. Namun nasib berkata lain. Hari ini, hatinya dipenuhi awan kelabu. Tanpa terasa, tetesan air mata jatuh dari sudut matanya dan membasahi pipinya. Ema segera mengaduk isi tasnya dan menyodorkan sapu tangan, tetapi tawaran itu tidak digubris oleh Edgeworth. Ia terus memandangi jendela yang menunjukkan barisan awan putih terbentang di langit biru yang cerah.

“Kau bilang Lana sudah hamil sejak sidang itu…mengapa ia tidak memberitahuku apa-apa?”

“Kakak…tidak ingin melibatkanmu”

“Apa?”

“Janji terakhirku pada kakak adalah untuk tidak memberitahukan hal ini kepadamu, Mr. Edgeworth. Tapi aku tidak bisa melakukannya…”

“Kenapa?”

“Aku tidak mau anak kalian tumbuh tanpa orangtua seperti kami. Kupikir, kalau anak itu tumbuh besar tanpa pernah bertemu dengan ayah dan ibunya…dia akan bernasib sama seperti aku dan kakak…”

“Aku tahu rasanya, Ema…aku juga tumbuh tanpa orangtua”

“Lalu sekarang apa yang akan kaulakukan, Mr. Edgeworth?”

“Entahlah…kepalaku masih pusing. Aku masih tidak percaya kalau aku benar-benar punya anak. Bolehkah aku meminta tes DNA?”

“Silakan saja, aku tidak keberatan jika kau mau membuktikannya secara ilmiah”

---

Tiga jam kemudian, Edgeworth menerima amplop berisi hasil tes DNA. Ia langsung merobek segelnya dan membacanya. Seperti yang ia duga, hasilnya positif.

“Bagaimana, sudah puas? Atau kau perlu beberapa kali tes lagi untuk meyakinkan bahwa anak itu anakmu dan kakak?” tanya Ema. Edgeworth menggeleng. “Tidak, Ema. Aku percaya. Sekarang, ayo cari dokter untuk mengobati lukamu. Setelah itu kita pulang” katanya sambil menarik tangan Ema.

“Tunggu! Ini masih belum selesai! Bagaimana dengan…”

“Ema”

“Ya, Mr. Edgeworth?”

Edgeworth menaruh tangannya di kedua pundak Ema, lalu “Tolong beri aku sedikit waktu untuk membuat keputusan. Paling tidak, seminggu.”

“Baiklah. Tapi kau harus janji, setiap hari temui anakmu. Aku juga akan mengunjunginya setiap hari setelah pulang sekolah”

“Baik, aku janji. Oh ya, tadi aku sempat melihat sekilas di kartu statusnya kolom namanya kosong. Siapa namanya?”

“Tak ada”

“Apa?!”

“Anak itu belum sempat diberi nama. Kakak hanya sempat menggendongnya selama tiga menit, lalu setelah itu terjadi komplikasi dan….”

Ema terdiam. Wajahnya kembali murung.

“Oke, oke! Aku mengerti, Ema. Aku akan carikan nama untuknya”

“Benarkah?” Wajah Ema kembali berseri-seri. “Carikan nama yang bagus, ya?” Edgeworth mengangguk. Paling tidak sekarang ia bisa membuat adik pacarnya tersenyum. Ia merasa jika wajah Ema berubah murung, wajah kesal Lana langsung muncul dalam benaknya.

---

Beberapa saat kemudian di lobi rumah sakit, Ema baru saja keluar dari ruangan dokter dengan perban dan plester menempel di kaki, tangan dan wajahnya. Ia melihat Edgeworth sedang membaca buku daftar nama anak. Wajahnya terlihat sangat serius. Ema yang melihatnya dari kejauhan cekikikan. Ia lalu menghampiri Edgeworth dan menepuk pundaknya.

“Bagaimana, Mr. Edgeworth? Sudah menemukan nama yang bagus?”

“Ema…bolehkah aku bertanya? Aku baru sadar bahwa aku lupa menanyakan satu hal yang sangat penting…”

“Hal apa?”

“…Anak itu laki-laki atau perempuan?”

Dua orang itu terdiam seperti patung.

“…Laki-laki, Mr. Edgeworth…”

Dan ketika Edgeworth menutup bukunya, sampul buku berwarna pink bunga-bunga itu jelas-jelas bertuliskan:

DAFTAR NAMA ANAK PEREMPUAN.

“…Maafkan aku…”

“Tak apa, Ema. Hampir saja aku menamai anak itu Miley Edgeworth” katanya sambil melempar buku itu ke tong sampah.
Back to top Go down
http://natsumi726.deviantart.com
TsukishiroX
Prosecutor
Prosecutor
TsukishiroX


Male Number of posts : 1231
Age : 30
Location : High Prosecutor Office, Room No. 666
Reputasi : 2
Registration date : 2008-09-02

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeSun Nov 02, 2008 1:32 pm

Wkwkwk
Miley~
Back to top Go down
http://tsukishirox.deviantart.com
L1n9x
Prosecutor
Prosecutor
L1n9x


Female Number of posts : 672
Age : 30
Location : SoeRabaYa~
Reputasi : 0
Registration date : 2008-09-03

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeSun Nov 02, 2008 3:16 pm

and he'll b called WILLIAM..

oesshh~~
gud2~
Back to top Go down
Reina von Gant
Detective
Detective
Reina von Gant


Female Number of posts : 159
Age : 32
Location : Behind you....~
Reputasi : 0
Registration date : 2008-09-16

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeSun Nov 02, 2008 9:26 pm

Gyahaha goblok banget si Miles itu. Keren-keren. Bikin ff pake bhs indonesia itu menyenangkan karena itu bahasa kita sendiri. ayo lestarikan bahasa indonesia!
*sok banget

Ditunggu lanjutannya
Back to top Go down
http://reinarandwulf.multiply.com
ageha
Delusive Attorney
Delusive Attorney
ageha


Female Number of posts : 2082
Age : 36
Location : on the skyeclive..
Reputasi : 0
Registration date : 2008-07-24

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeMon Nov 03, 2008 4:22 am

yups saya save dulu hime..
Back to top Go down
http://skyeclive.deviantart.com
mikumo-hime
Prosecutor
Prosecutor
mikumo-hime


Female Number of posts : 373
Age : 32
Location : ShinRa Company, 70th floor
Reputasi : 0
Registration date : 2008-09-07

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeTue Nov 04, 2008 8:21 pm

HIDUP BAHASA INDONESIA! *dikemplang sekelompok otonomi daerah karena sendirinya sekolah di sekolahan yang melarang penggunaan bahasa indonesia di kelas* (beneran lho!)
oh, dan fanfic ini saya ikutsertakan ke proyek harakiri bernama NANOWRIMOOOOO~ buat yang nggatau apa itu nanowrimo dan bagaimana itu membunuh orang, silakan bergoogle ria!

ehm, inilah chapter 3. berikut kamus buat beberapa istilah:
bruderlein: little brother (kenapa gua milih franziska manggil edgey bruderlein? karena kebiasaaan franziska yang manggil edgey "miles edgeworth" itu membuat gua cape ngetik dan bikin orang males bacanya)
schwesterlein: little sister
tante: ya tante! serius, tante itu bahasa jerman lhooo...
herr & frau: kaya mr. ama ms. (well duh! ngapain gw tulis disini pula...pemain AJ pasti dah tau dari seorang kamus jerman berjalan bernama klavier gavin) kalo fraulein itu buat "miss"
cedars-sinai hospital: sebuah rumah sakit asli di los angeles yang biasa didatengin hollywood celebrity, salah satunya adalah gwen stefani yang ngelahirin zuma nesta rock disitu.
dallmayr prodomo coffee: kopi impor asli dari jerman yang sebungkusnya lumayan mahal
maximo dutti: merek baju terkenal (tokonya ada di senayan city) why maximo dutti for edgeworth's suit? terinspirasi dari jas maximo dutti bokap yang digantung di pinggir kolam renang rumah setelah dikencingin kucing Very Happy
jimmy choo: merek sepatu terkenal

---

Chapter 3: Franziska, meine weise schwesterlein (Franziska, my wise little sister)

Sore itu hujan deras mengguyur Beverly Hills. Jalanan dimana gadis-gadis Hollywood bagai boneka Barbie dan anjing-anjing Chihuahua kecil mereka biasa berkeliaran kini telah menjadi sepi. Pemandangan yang terlihat dari jendela limousine hanyalah jalanan yang diguyur hujan dan lampu remang-remang dibalik tetesan air. Tapi Franziska tak peduli dengan cuaca kelabu sore itu. Ia ingin cepat-cepat sampai di Von Karma Mansion, berendam di bathtub dengan Lavender Bath Salt, lalu pergi tidur. Namun tak seperti biasanya, ia melihat sebuah Alfa Romeo Brera merah terparkir di depan driveway rumahnya.

Bruderlein!

Begitu limousine berhenti di depan pintu rumahnya, Franziska tak menunggu chauffeurnya membukakan pintu. Ia langsung membukanya, membuat si chauffeur jatuh tersungkur membentur aspal. Franziska yang sepertinya tidak peduli dengan chauffeur yang malang itu langsung mengambil cambuknya dari kursi mobil dan menariknya kuat-kuat, lalu melangkah masuk. Pelayan-pelayannya hapal betul dengan pertanda ini:

Frau Franziska sedang bad mood. Ditambah lagi, Herr Miles sedang ada di rumah.

Berarti sebentar lagi perang dunia ketiga akan meledak.

“Paulina, mana bruderlein?” tanya Franziska kepada salah satu pelayannya yang kebetulan lewat. “Di ruang baca, Frau Franziska” jawabnya. Tanpa mengucapkan terima kasih, Franziska langsung berputar balik menuju ruang baca.

BRAK!

“Bruderlein!” teriaknya lantang sambil membuka pintu marmer ruang baca dengan kasar. Namun apa yang ia lihat bukanlah ruang baca yang rapi dan elegan yang ia lihat setiap hari, tetapi ruang baca yang tadinya rapi dan elegan. Buku-buku dan kertas-kertas berserakan di mana-mana, bertumpuk-tumpuk di atas meja, di sofa, dan di lantai. Ia sempat mengira ada maling masuk sampai ia melihat laptop Acer Ferrari dan printer portable Canon di atas karpet. Sebuah jas merah marun tergantung di atas pohon pakis kesayangan ayahnya dan sebuah mug yang berwarna sama tergeletak di atas salah satu tumpukan buku. Franziska mengambil mug itu dan menciumnya.

Dallmayr Prodomo Coffee! Tidak salah lagi, ini pasti bruderlein!

“Kau mencariku, Franziska?” tanya Edgeworth yang sedang berdiri di depan pintu. Ia sudah ganti baju dengan turtle neck shirt lengan panjang berwarna hitam dan celana panjang bahan parasut berwarna abu-abu. Rambutnya basah, dan sehelai handuk tergantung di lehernya – tanda bahwa ia baru saja selesai mandi. Tanpa basa-basi, Franziska langsung memainkan cambuknya, tapi Edgeworth langsung menangkap ujung cambuk itu sebelum menyabet pundaknya dan melemparnya ke bawah. Franziska tentu saja kaget, selama ini belum ada yang bisa menghindar dari sabetan cambuknya selain ayahnya.

Bruderlein, apa-apaan ini! Kau pulang ke Beverly Hills setelah sekian lama hanya untuk membuat mansion kita menjadi kapal pecah?! Lagipula, aku tak ingat mempunyai adik yang berantakan seperti ini!”

Edgeworth tidak berkata apa-apa. Ia malah mengambil mugnya dan menyeruput Dallmayr Prodomo-nya, menaruh mugnya di salah satu tumpukan buku, lalu duduk di atas sofa dan melanjutkan membaca buku. Sadar bahwa Edgeworth tidak mempedulikannya, Franziska langsung menghampirinya dan merebut buku di tangan Edgeworth dengan paksa.

Bruderlein! Kau apa-apaan sih?!” katanya gusar sambil membolak-balik halaman buku yang tadinya berada di tangan kakak angkatnya. Ia lalu mengeryitkan dahi, menutup buku itu untuk melihat sampulnya, dan terbelalak.

“Daftar nama anak laki-laki?! Bruderlein, untuk apa kau membaca buku seperti ini?!”

Edgeworth hanya terdiam. Sementara itu, Franziska mulai melihat sekeliling. Kertas-kertas yang berserakan itu ternyata isinya bukan hanya corat-coret tidak jelas, tetapi daftar nama-nama anak laki-laki. Di layar laptop jelas-jelas terlihat berbagai macam website daftar nama-nama anak. Paper feeder printer juga terlihat penuh dengan printout daftar berbagai macam nama dari segala bahasa. Franziska lalu menatap Edgeworth sekali lagi sebelum tertawa terbahak-bahak.

“Hahahahahahahahah! Bruderlein, kau ini sebenarnya sedang apa sih?! Tingkahmu itu seperti seseorang yang baru punya anak saja! Hahahahahahahahah!”

“Aku memang baru punya anak”

Franziska terhenti, lalu berbalik badan dan menatap Edgeworth lekat-lekat “Coba katakan sekali lagi?”

Edgeworth, yang wajahnya terlihat sangat geram, berkata kencang-kencang,

“AKU PUNYA ANAK, TAHU!!!!”

Franziska melotot, tidak percaya apa yang baru saja dikatakan oleh Edgeworth.

Bruderlein, jangan bilang anak itu adalah anak hasil hubunganmu dengan Lana Skye…”

Edgeworth terdiam.

“Bruderlein…”

Ketika Franziska menghampirinya lebih dekat, ia malah menunduk. Edgeworth mengira ia akan dicambuk seperti biasa dan dia sudah pasrah. Tetapi yang menyambutnya bukanlah cambuk...

PLAAAAAAKKKKKKKKKKK!!!!!!!!

…melainkan tamparan. Di pipi yang berlawanan dengan yang sudah pernah ditampar Ema. Lengkap sudah wajahnya dengan bekas tamparan cewek.

Bruderlein…aku…aku tidak percaya! Kau…kau benar-benar punya anak di luar nikah?!”

Edgeworth mengangguk pelan. Ia lalu beranjak dari sofa dan mengambil jasnya yang tergantung di pohon pakis, lalu merogoh ke saku dalamnya untuk mengambil surat hasil tes DNA. “Bacalah,” katanya sambil menyerahkan surat itu ke adik angkatnya. Franziska langsung menyambarnya dan cepat-cepat membacanya, lalu meremas surat itu sampai lecek setelah selesai dibaca. Biarpun kelihatannya kurus dan lemah tanpa cambuknya, Franziska adalah pemegang sabuk hitam aikido. Dengan penuh amarah ia membanting Edgeworth sampai menabrak pohon pakis. Pohon malang kesayangan Manfred itu terguling sampai tanahnya berceceran dan batangnya terbelah, jas marun bermerek Maximo Dutti yang tergantung di atasnya kini kotor dengan warna tanah dan dedaunan yang menempel, sementara Edgeworth tersungkur di antara ceceran tanah dan patahan batang pohon.

“BRUDERLEIN! KAU…KAU…APA KAU SADAR APA YANG TELAH KAULAKUKAN?! KAU SUDAH MERUSAK SEJARAH KESEMPURNAAN KELUARGA KITA! KAU SUDAH MENGHANCURKAN REPUTASIMU! TIDAK, LEBIH PARAH LAGI…KAU…KAU SUDAH MENCEMARKAN NAMA VON KARMA YANG TERHORMAT!”

Franziska berteriak-teriak seperti orang kesetanan sampai terbatuk-batuk, sampai-sampai para pelayan yang menguping bergidik ketakutan. Memang mereka sudah sangat sering menonton pertengkaran antara Frau Franziska dan Herr Miles ketika Herr Miles datang berkunjung, namun belum pernah mereka melihat Frau Franziska berteriak-teriak sampai seperti ini, dan belum pernah mereka melihat Herr Miles yang begitu pasrahnya sampai ia rela dibanting dengan jurus aikido Frau Franziska dan menghantam pohon pakis. Padahal biasanya Herr Miles balas berteriak dan kalau sudah begitu, mereka akan saling meneriakkan caci maki dan sumpah serapah – disinilah bagian yang paling seru. Namun entah kenapa, pertengkaran mereka hari ini terasa sangat menakutkan.

Tetapi yang lebih menakutkan dari teriakan dan cambuk Frau Franziska atau demon look dan bentakan Herr Miles adalah, bayangan mereka ketika Herr Manfred pulang dan melihat pakis kesayangannya sudah hancur berantakan. Tak ada satupun dari mereka yang sanggup membayangkan akan semarah apa Herr Manfred nanti.

Sementara itu, kembali ke ruang baca yang sudah porak-poranda itu. Franziska sedang menginterogasi ‘adik’ nya sambil memegang cambuk kuat-kuat.

“…Jadi? Adik Lana Skye yang memberitahumu…lalu selama ini kau benar-benar tidak tahu apa-apa?”

“Tidak, aku tidak tahu apa-apa. Kalau aku tahu dia hamil…aku akan berjuang mati-matian agar ia tidak sampai disidang. Bahkan waktu aku belum tahu apa-apa pun menjadi jaksa kasusnya sudah sangat berat…tapi aku percaya Wright akan memenangkan kasus itu. Namun tetap saja, setiap kali aku menunjukkan kontradiksi dalam kesaksian-kesaksian atau barang bukti, hatiku terasa tersayat-sayat…”

“Dan sekarang kau memutuskan untuk bertanggung jawab?”

Edgeworth terbelalak “Belum! Aku belum berpikir sejauh itu…”

“Jadi untuk apa kau mencarikan anak itu nama sampai kau menghancurkan ruang baca kita?”

“Aku…aku hanya kasihan anak itu belum diberi nama. Paling tidak, kalau aku memutuskan untuk menyerahkan anak itu ke panti sosial…ia masih punya kenang-kenangan nama dariku…”

DUAK!

Kali ini, sepatu boot Jimmy Choo yang menghantam dadanya. Franziska menendangnya.

Sudah dua kali ditampar cewek, sekarang ditendang pula. Nasib sial apa lagi yang akan menimpaku?

“Kau serius mau menyerahkan anakmu begitu saja?”

“…Tidak tahu…”

Franziska lalu berjongkok dan menatap wajah Edgeworth yang sudah terlihat sangat lelah. Hebatnya, meskipun baru saja menghantam tembok dan menimpa pohon pakis, ia tidak terluka sedikitpun.

“Bruderlein…”

“Franziska, menurutmu…apa yang harus kulakukan?”

“Aku…aku juga tidak tahu”

Mereka terdiam sejenak, sebelum Franziska kembali memulai pembicaraan.

“Bruderlein, maukah kau bercerita tentang anakmu?”

Edgeworth mengangguk.

“Anak itu…dia lahir prematur. Badannya kecil sekali dan dia harus masuk inkubator dengan selang yang terjulur di sana-sini, tetapi kata dokter keadaannya sangat sehat dan kira-kira seminggu atau dua minggu lagi bisa dibawa pulang”

“Lalu, wajahnya seperti apa? Dia lebih mirip kau atau Lana Skye?”

“Ema bilang matanya mirip denganku, tetapi kupikir dia lebih mewarisi wajah Lana. Aku baru melihatnya sebentar, tetapi dalam hati aku sudah tahu sejak awal kalau dia itu anakku. Di telapak kaki kirinya terdapat tanda lahir yang sama persis letak dan bentuknya denganku”

“Kau menyayangi anak itu?”

“Entahlah, Franziska…tapi dia itu anakku dan Lana, berarti dia adalah bukti cinta kami berdua. Aku…sejujurnya, aku tidak ingin kehilangan dia. Tapi aku tidak yakin apakah aku bisa jadi ayah yang baik atau tidak…selama ini aku paling anti sama yang namanya berurusan dengan anak kecil”

“Kau tidak ingin kehilangan dia, kan? Itu berarti kau menyayanginya”

“Aku…menyayanginya?”

Franziska mengangguk, lalu menaruh kedua tangannya di pundak Edgeworth sambil tersenyum lembut. “Bruderlein, jadilah ayah yang baik. Aku yakin, papa dan ayahmu di surga pasti akan senang.”

Franziska…

Franziska lalu berdiri dan mengulurkan tangannya. “Ayo,” katanya lembut. Edgeworth menerimanya, dan tersenyum.

“Danke…Schwesterlein”

CTARRR!

“Sudah kubilang berapa kali, bruderlein? JANGAN PANGGIL AKU SCHWESTERLEIN! DAN INI BUKAN BERARTI AKU MEMAAFKANMU YANG TELAH MENCORENG SEJARAH SERTA NAMA VON KARMA YANG TERHORMAT!”

Dan pintu ruang baca ditutup dengan bantingan keras setelah Franziska keluar. Edgeworth hanya menghela napas sambil menggaruk-garuk kepalanya, lalu mengambil mugnya untuk membuat segelas Dallmayr Prodomo Coffee lagi sebelum ia akan begadang semalam suntuk untuk mencari nama lagi.

Franziska Von Karma, meine weise schwesterlein…

---
Sementara itu di kamar tidurnya, Franziska sedang senyum-senyum sendiri dan tertawa cekikikan membayangkan Edgeworth punya anak. Tapi itu berarti dia akan dipanggil tante…

LIHAT SAJA, BRUDERLEIN! AWAS KALAU KAU SAMPAI MENGAJARI ANAK ITU UNTUK MEMANGGILKU TANTE! Katanya sambil menarik cambuknya kuat-kuat.

Dan para pelayan Von Karma Mansion? Khawatir akan Herr Edgeworth yang sepertinya akan menghancurkan ruang baca, khawatir akan Frau Franziska yang sepertinya akan membunuh Herr Edgeworth, dan bagaimana cara menjelaskan kepada Herr Manfred kalau pohon pakisnya dirusak oleh anak-anaknya.


Last edited by mikumo-hime on Sun Nov 09, 2008 10:44 am; edited 2 times in total
Back to top Go down
http://natsumi726.deviantart.com
Ree Vee
Psycho Killer
Psycho Killer
Ree Vee


Female Number of posts : 2661
Age : 27
Location : Behind you! >D
Reputasi : 4
Registration date : 2008-08-04

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeWed Nov 05, 2008 6:46 pm

whee...
tampaknya sulit sekali, sampe g blh ad penggunaan bhs indo d kls
sbnrnya hrsnya saya jg, tp klo chitchat ttp aja melanggar aturan huwahaha
sori g bs komen ap2
plg cm bs blg 'bagus'
Back to top Go down
http://reevee.mangabullet.com
TsukishiroX
Prosecutor
Prosecutor
TsukishiroX


Male Number of posts : 1231
Age : 30
Location : High Prosecutor Office, Room No. 666
Reputasi : 2
Registration date : 2008-09-02

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeWed Nov 05, 2008 7:39 pm

Entah kenapa ngakak waktu baca
-sweaaaaaaaaatttttttttdrop-

LANJUDD!!
Back to top Go down
http://tsukishirox.deviantart.com
ageha
Delusive Attorney
Delusive Attorney
ageha


Female Number of posts : 2082
Age : 36
Location : on the skyeclive..
Reputasi : 0
Registration date : 2008-07-24

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeFri Nov 07, 2008 2:07 am

tanda lahir???
ada toh?????

tante fran~ nyahahahaha Laughing
Back to top Go down
http://skyeclive.deviantart.com
D. A. Taufik
Bassist of Daiben
Bassist of Daiben
D. A. Taufik


Male Number of posts : 2532
Age : 29
Location : Bogor, Indonesia
Reputasi : 3
Registration date : 2008-07-05

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeSat Nov 08, 2008 7:38 am

sip ada fran

Herr Manfred -> gak dipenjara? :O
Back to top Go down
http://vieralita.deviantart.com/
mikumo-hime
Prosecutor
Prosecutor
mikumo-hime


Female Number of posts : 373
Age : 32
Location : ShinRa Company, 70th floor
Reputasi : 0
Registration date : 2008-09-07

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeSun Nov 09, 2008 1:23 am

@ageha: ngasal kaleee...terinspirasi dari kaki kiri gue yang sampe sekarang masih ada bekas kulit melepuh gara-gara nyeker di aspal panas2 pas kelas 2 SD
@taufik: manfred dipenjara. makanya ga ada di mansion kan?

baik baik..chapter 4. lagi mood nulis bahasa jerman (padahal dulu di 3 gw benci banget sama bahasa jerman sampe di rapor gw dapet nilai 3...)

Chapter 4: William Edgeworth

Hampir seminggu berlalu sejak Edgeworth mengetahui bahwa ia telah menjadi seorang ayah – walaupun ia masih terlalu malu untuk mengakuinya dan memproklamirkan bahwa dia itu seorang ayah dari…anak yang bahkan belum diberi nama. Tapi biarpun begitu, Edgeworth tetap memenuhi janjinya pada Ema. Setiap hari setelah selesai kerja, ia akan pergi ke Cedars-Sinai Medical Center yang jaraknya lumayan jauh dari kantornya di pusat kota Los Angeles untuk mengunjungi anaknya, lalu pulang ke Von Karma Mansion. Beberapa hari sebelumnya ia sempat pulang ke penthousenya di West Los Angeles hanya untuk mengambil pakaian dan menjemput Pess, anjing ras jenis Collie kesayangannya. Ia memilih untuk tinggal di Von Karma Mansion untuk sementara waktu karena Cedars-Sinai Medical Center letaknya berada di Beverly Hills. Ema tinggal sendiri di sebuah apartemen peninggalan Lana di East Los Angeles dan bersekolah di Beverly Hills High School. Tidak masalah baginya untuk pergi ke Cedars-Sinai Medical Center setiap hari.

Suatu hari ketika sedang menunggu Ema, Edgeworth duduk di bangku di depan pintu luar NICU seperti biasa. Ia sudah mulai terbiasa dengan orang-orang yang lalang, siklus bayi-bayi yang baru lahir datang dan pergi dari NICU, dan suster-suster yang kasak-kusuk di balik tembok yang sedang membicarakan seorang pria elegan yang memakai cravat yang selalu membaca buku dan menunggu di bangku depan pintu luar NICU. Yang diperhatikannya adalah ekspresi para ayah yang melihat dan menjemput bayi mereka. Para pria itu sangat bahagia mendampingi istri dan anak mereka. Kadang ketika memperhatikan seorang wanita menggendong bayinya, Edgeworth malah merasa sedih karena terbayang wajah Lana yang lembut sedang menggendong dan menimang anak mereka. Ia tahu, anaknya tak akan bisa merasakan kasih cinta seorang ibu. Ia sendiri juga tidak terlalu ingat tentang ibunya.

“Mr. Edgeworth?”

Pikirannya yang sempat melayang ke masa kecilnya kembali dalam sekejap ketika seorang pria menyapanya. Pria setengah baya yang memakai jas putih dan ID card Cedars-Sinai Medical Center, sudah pasti seorang dokter. Namun Edgeworth tidak mengenalnya – meskipun sudah seminggu ia mengunjungi rumah sakit ini, baru kali ini ia melihat orang itu. “Ya, itu saya” jawabnya sambil menutup buku daftar nama anak laki-laki dan menaruh buku itu di pahanya. Dokter yang kelihatannya ramah itu lalu mengulurkan tangannya untuk mengajak bersalaman. Ketika Edgeworth menyambutnya, dokter itu menyebutkan namanya “Kenalkan, saya Dr. Adam Landell” katanya sambil menjabat tangan Edgeworth dengan mantap “Saya adalah dokter yang membantu persalinan Ms. Lana Skye, dan juga bertanggungjawab atas perawatan anak anda” Edgeworth yang mendengarnya langsung buru-buru berdiri dan membungkuk mengucapkan terima kasih sambil terus menjabat tangan Dr. Landell. “Tidak perlu mengucapkan terima kasih berlebihan seperti itu, Mr. Edgeworth. Saya tidak melakukan banyak hal yang membantu” katanya merendah. “Sekarang saya akan melakukan pemeriksaan rutin. Maukah anda ikut bersama saya ke dalam?”

---

Entah sudah keberapakalinya Edgeworth memasuki ruang NICU itu dan memakai ‘jas hujan’ dan ‘shower cap’ yang menurutnya lebih mirip kostum untuk membersihkan selokan daripada untuk menjaga kesterilan ruangan. Tidak susah untuk mencari inkubator anaknya karena anak itu satu-satunya anak yang belum diberi nama. Kadang Edgeworth merasa agak malu ketika melihat bayi-bayi lain kartu statusnya sudah lengkap terisi sementara anaknya sendiri belum, tetapi ia benar-benar ingin menemukan nama yang bagus untuk anaknya. Begitu mereka menghampiri inkubatornya, bayi kecil itu langsung berbalik menghadap ke arah Edgeworth dan Dr. Landell seolah-olah ia sedang menyambut mereka. Sementara Edgeworth tersenyum sambil memandangi wajah putranya sambil mencoba menerka-nerka mirip siapa bibir dan hidungnya, Dr. Landell sibuk mencatat laporan status.

“Putra anda hebat lho, Mr. Edgeworth” kata Dr. Landell tiba-tiba, membuyarkan lamunan Edgeworth. Dr. Landell lalu menghampiri inkubator lebih dekat. Sambil mengganti tabung susu yang terletak di atas inkubator, ia terus berbicara kepada Edgeworth

“Meskipun ia lahir prematur dan persalinannya sangat sulit, tapi ia bisa bernapas dan minum susu tanpa alat bantu, dan tak ada kelainan organ. Biasanya anak yang lahir pada bulan ketujuh masih rentan terhadap kelainan paru-paru, jantung atau sistem pencernaan. Tapi anak anda sempurna. Belum pernah saya melihat bayi prematur sesehat ini.”

Sambil terus mendengarkan, pandangan Edgeworth terfokus pada kedua bola mata kecil yang baru ia sadari bahwa warnanya sama dengan miliknya. Ia bisa melihat dengan jelas pantulan wajahnya dalam bola mata berwarna coklat gelap – dirinya yang penuh dosa dan beban terpantul dalam sepasang bola mata milik anak yang lahir tanpa dosa ke dunia.

“Anda mau menyentuhnya, Mr. Edgeworth?” tanya Dr. Landell.

“Eh?! Ti-tidak apa-apa?”

“Tentu saja tidak apa-apa. Apa salahnya seorang ayah menyentuh putranya?” kata Dr. Landell sambil membukakan jendela bulat inkubator. Edgeworth lalu memasukkan tangannya dengan ragu-ragu. Dalam hatinya ia rasa gugup dan takut bercampur. Seumur hidup, tak pernah ia merasa gugup seperti ini – bahkan ketika melawan pengacara yang paling tangguh sekalipun atau bahkan ketika ia menjadi seorang terdakwa dan dibela oleh pengacara yang kemungkinan menangnya sangat tipis (tapi nyatanya dia menang juga). Belum sempat ia menyentuh anaknya, bayi mungil tak bernama itu sudah menggenggam jari ayahnya duluan. Tangannya begitu mungil, halus dan hangat. Meskipun kecil, cengkeramannya kuat. Tak terasa sebutir air mata jatuh membasahi pipi Edgeworth. Belum pernah ia merasakan perasaan seperti ini di hatinya. Perasaan bahagia, senang dan haru bercampur menjadi satu menjadi sebuah perasaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Edgeworth menyeka air matanya yang berjatuhan dengan tangan satunya. Tak rela ia melepaskan diri dari genggaman itu. Ia ingin terus merasakan genggaman dari tangan mungil itu. Setelah bayi itu melepaskan genggamannya, barulah Edgeworth meraba-raba wajah mungil itu dan lagi-lagi air matanya jatuh.

Bayi itu lahir dari perasaan cinta kedua ayah dan ibunya. Anak ini merupakan bagian dari diriku dan Lana, dan ia lahir ke dunia untuk dicintai. Lana…kau telah mengorbankan nyawamu untuk mengantarkan anak ini ke dunia. Dan jika kau bisa mendengarku saat ini juga, kuberitahu bahwa pengorbananmu tidak sia-sia.

“Maaf, Mr. Edgeworth. Anda harus keluar sekarang, jam besuk hampir berakhir. Anda bisa kembali lagi sore nanti” kata Dr. Landell. Dengan berat hati, Edgeworth mengeluarkan tangannya dari inkubator dan menutupnya lagi sambil mengucapkan “bye bye” sambil berbisik. Ia lalu melepaskan kostum plastiknya dan keluar dari NICU bersama Dr. Landell, lalu berpisah jalan di koridor menuju ruang tunggu setelah mengucapkan terima kasih sekali lagi. Baru saja ia sampai di ruang tunggu, ia melihat Ema. Dilihat dari tampangnya yang kusut, sepertinya si science maniac itu berlari setengah mati dari sekolah ke sini.

“Maaf! Maafkan aku, Mr. Edgeworth! Aku terlambat…tadi aku disetrap karena tidak mengerjakan PR…eh?! Mr. Edgeworth...k-kau…menangis?”

Edgeworth tidak kaget. Tentu saja, ia tahu matanya masih sembab dan hidungnya masih merah. Dan orang-orang pasti bingung melihat orang yang dikenal sebagai Demon Prosecutor menangis. Edgeworth lalu tersenyum, berusaha untuk tidak membuat Ema khawatir

“Aku tidak apa-apa, Ema. Aku…tadi Dr. Landell mengijinkan aku untuk menyentuh anakku.”

“Heeee? Benarkah?!” kata Ema kaget. “Lalu? Lalu?” tanyanya antusias “Entahlah…aku tiba-tiba menangis karena bahagia. Sampai sekarang jariku yang tadi digenggamnya terasa hangat. Kata-katamu juga benar, Ema. Aku baru sadar kalau warna matanya sama denganku. Bibir dan hidungnya juga mirip sekali dengan Lana…” sambil mendengarkan cerita Edgeworth, Ema merasa senang. Seminggu yang lalu sepertinya ia datang ke sini tanpa niat untuk bertanggungjawab dan tingkahnya seperti seseorang yang minta tubuhnya disemen hidup-hidup dan ditenggelamkan di Gourd Lake, namun sekarang yang dia lihat adalah seseorang yang baik hati dan kini ia tahu kenapa kakaknya sangat mencintainya. “Oh ya, Mr. Edgeworth…kau sudah menemukan nama?” tanyanya. Edgeworth menghela napas, lalu menggeleng. “…Aku sudah membaca banyak buku dan mencari di internet, dan aku menemukan banyak sekali nama yang bagus. Tapi…aku belum yakin mau memilih yang mana” ia lalu bersandar di kursi ruang tunggu dan mengarahkan pandangannya ke TV. Untuk beberapa saat, pandangannya tertuju pada tayangan TV tersebut. Ema sendiri sibuk mengerjakan PR kalkulusnya. Satu jam kemudian, Edgeworth beranjak dari kursinya.

“Ema, aku akan pulang sekarang. Kau masih mau menunggu di sini atau mau kuantar pulang?”

“Aku akan pulang nanti. Temanku sedang dirawat di sini, jadi aku mau sekalian menjenguknya”

“Oh…begitu. Baiklah, sampai ketemu besok. Hati-hati di jalan, dan kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk menelepon aku”

“Baik, Mr. Edgeworth. Sampai ketemu besok!” kata Ema. Mereka lalu berjalan bersama-sama menuju pintu keluar dan berpisah di koridor menuju bangsal rawat.

---

Malam itu ketika Franziska pulang ke Von Karma Mansion, ia sangat lelah. Persidangan hari ini sangat melelahkan, ia harus melawan seorang pengacara pro yang sudah sangat berpengalaman. Namun ia hanya membuang-buang waktu. Pengacara yang sangat percaya diri dengan pengalaman 20 tahunnya itu akhirnya kalah juga di tangan Franziska Von Karma. Memang tak ada yang bisa mengalahkannya selain Phoenix Wright.

Ketika memasuki pintu rumah, ia disambut dengan ramah oleh Paulina.

“Wilkommen, Frau Franziska. Etwas zu drinken?” (Selamat datang, Frau Franziska. Apakah anda mau minum sesuatu?)

“Nein, Paulina. Danke. Wo ist denn Bruderlein?” (Tidak usah, Paulina. Terima kasih. Bruderlein di mana?)

“Das…Bad, Frau Franziska…” (Di…toilet, Frau Franziska…)

Franziska agak merasa sedikit curiga mendengar Paulina menjawab pertanyaannya dengan nada bergetar ketika ia bertanya tentang bruderlein-nya. Jika yang menjawab adalah pelayan lain, tak segan ia memakai cambuknya. Tapi Paulina adalah pengasuhnya sejak ia masih bayi yang dibawa oleh keluarga Von Karma dari Jerman. Sekejam-kejamnya Franziska pada semua pelayannya yang lain, ia tak bisa bersikap kejam kepada Paulina karena ia bagaikan ibu bagi Franziska dan Edgeworth. Franziska langsung menuju ruang baca tempat biasa kakaknya bersemayam, tapi ruangan yang sudah menjadi kapal pecah itu tidak berubah sama sekali sejak pagi tadi ia berangkat kerja – malah sepertinya bruderlein-nya tidak memasuki ruangan itu sama sekali. Franziska lalu menutup pintu itu dan berpikir sejenak sampai ia melihat barisan semut yang berjalan beriringan di atas karpet Tiffany-nya yang baru saja ia beli di Paris kemarin.

“PAULINA!!! PAULINA!!! ADA SEMUT DI KORIDOR RUANG BACA!!!” teriaknya histeris. Segera Paulina berlari ke dapur untuk mengambil sapu dan pestisida. Franziska hampir saja menginjak semut-semut itu dengan sepatu Christian Lacroix-nya – kalau saja ia tidak menyadari bahwa barisan semut itu justru mengarah ke pintu keluar dan asalnya bukan dari ruang baca. Franziska lalu mengikuti barisan semut yang panjang itu dan sampai di depan pintu home theater. Ia lalu membukanya dan menemukan ruangan kedap suara itu gelap dan HDTV JCV berukuran 110 inchi-nya menyala, memutar sebuah film yang sepertinya sangat familiar. Bruderlein-nya sedang duduk di salah satu recliner yang disusun seperti kursi bioskop. Franziska lalu bermaksud menyapanya…

DUUUUUUUUUUUAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAARRRRRRRR!!!!!

Suara ledakan yang sangat besar itu membuat Franziska kaget sampai jatuh terguling keluar dari home theater dan diikuti dengan suara pistol dan adegan baku tembak di layar kaca.

“BRUDERLEEEEEEIIIINNNNN!!! HOR AUF! HOR AAAAAAUF!”

Tapi teriakan Franziska termakan oleh suara pistol dan bom dari speaker. Tidak ingin tetangga dan para paparazzi yang berkeliaran mendatangi rumahnya karena dikira sedang terjadi perang suami-istri ala film Mr. and Mrs. Smith, Franziska lalu memberanikan diri dan nekat masuk ke dalam, melewati deretan speaker-speaker yang dentuman bassnya membuat dadanya serasa melesak ke bawah sampai akhirnya ia sampai pada tempat saklar lampu dan menyalakan semua lampunya. Edgeworth yang bingung mengapa lampu tiba-tiba menyala spontan menekan tombol pause dan kini HDTV raksasa tersebut sedang menunjukkan David Duchovny dan Gillian Anderson sedang berciuman mesra.

“Franziska, kau apa-apaan sih! Ini sedang bagian seru-serunya!” protes Edgeworth. Franziska yang sedang tidak membawa cambuk langsung melempar sendal Converse milik Edgeworth yang tergeletak di samping speaker dan mengenai kepalanya “Aku yang mestinya apa-apaan! Kau menyetel film sekeras itu sampai kukira kau mau meruntuhkan rumah ini! Kau tahu kan tetangga kita artis-artis Hollywood, bisa-bisa semua paparazzi menggerayangi rumah ini mengira kita teroris Al Qaeda yang sedang melakukan ujicoba bom!” Franziska membuka mulutnya, siap untuk mengatakan omelan selanjutnya tapi terhenti karena melihat tumpukan sampah yang berada di antara deretan recliner. Yang paling mencolok adalah tumpukan kotak DVD blu-ray yang menggunung. Franziska langsung menyambar salah satunya dan memandangi kotak DVD itu sambil mengeryitkan dahinya.

“X Files? Bruderlein, kau semestinya mencari nama untuk anakmu! Masa di saat seperti ini kau malah bersantai-santai melakukan maraton semua episode X Files?! Kau mau seumur hidup anakmu terus menjadi seseorang tak bernama?!” katanya terheran-heran. Tapi Edgeworth malah tersenyum, lalu memeluk ‘adik’ nya.

“Meine schwester, keine Sorge! Aku sudah menemukan nama untuk anakku!”

“Hah?!”

“Iya, aku sudah menemukan sebuah nama untuk anakku! Nama yang bagus, cocok untuk seorang anak yang kuat”

“Moment mal, bruderlein! Kau tidak menamai anak itu ‘steel samurai’ atau ‘pink princess’ kan?!”

“Ya enggaklah! Oh ya, besok anakku akan keluar dari rumah sakit. Kau mau ikut, Franzie?”

“Bo…boleh saja…” katanya sambil menunduk “Ehm…kalau boleh…apa aku boleh tahu nama anakmu?” tanyanya malu-malu. Edgeworth lalu tersenyum, dan membisikkan nama yang telah ia pilih dari sekian banyak nama untuk putranya.

“William”

---

kamus:

hor auf: stop it
keine sorge: don't worry
moment mal: tunggu sebentar
christian lacroix: merek sepatu terkenal
david duchovny: pemeran Fox Mulder dalam serial TV X Files
gillian anderson: pemeran Dana Scully dalam serial TV X Files

buat yang ga pernah nonton X Files ato yang kurang mudeng, here's the spoiler. jadi, di ruang tunggu rumah sakit itu si edgey nonton X Files dan pulang-pulang borong DVD blu-ray. cerita X Files itu sendiri mirip-mirip kaya CSI gitu cuman lebih ngurusin ke kasus yang hubungannya ada sama okultisme gitu. nah, Mulder & Scully itu partner yang lama-lama jatuh cinta dan sampe akhirnya mereka berdua punya anak di luar nikah yang namanya William. gue ngembat nama buat anaknya dari situ...tapi di sini diceritakan bahwa edgey terinspirasi dari X Files dan ngembat nama baby William. kenapa menurut edgey nama ini buat nama anak yang kuat? gara-gara lagu klasik yang judulnya "The Overture of William Tell" cerita ttg seorang pemuda yang mengajak rakyat jelata yang tertindas untuk bangkit dan memberontak raja yang kejam...

duh, gue jadi ngebacot. haha wait for the next chapter yaaa~
Back to top Go down
http://natsumi726.deviantart.com
ageha
Delusive Attorney
Delusive Attorney
ageha


Female Number of posts : 2082
Age : 36
Location : on the skyeclive..
Reputasi : 0
Registration date : 2008-07-24

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeSun Nov 09, 2008 10:47 pm

mmmh saya baca di kosan aja ya..musti cari tugas niy..
btw cepet amat sih updatenya!! -.-
Back to top Go down
http://skyeclive.deviantart.com
mikumo-hime
Prosecutor
Prosecutor
mikumo-hime


Female Number of posts : 373
Age : 32
Location : ShinRa Company, 70th floor
Reputasi : 0
Registration date : 2008-09-07

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeThu Nov 13, 2008 6:57 pm

Chapter 5: Hi there baby, I’m your daddy! (AAAAAAARGH!)

Keesokan harinya, Edgeworth, Franziska dan Ema berangkat dari Von Karma Mansion di Beverly Hills menuju Cedars-Sinai Medical Center dengan Range Rover hitam milik Manfred untuk menjemput William. Sementara Edgeworth menyetir di depan, dua gadis yang duduk di belakang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Franziska sibuk mempercantik kukunya dengan perangkat manicure yang baru dibelinya dari Prancis, Ema cuek dan memilih untuk membaca buku Forensic Sciences yang baru saja diembatnya tadi dari ruang baca Von Karma Mansion sambil bersenandung mengikuti irama lagu mihimaru GT dari iPodnya. Edgeworth yang kelihatannya tidak memikirkan apa-apa dan hanya fokus menyetir sebenarnya dalam hati berdebar-debar. Tak lama lagi, ia resmi menjadi seorang ayah dan akan membawa bayinya pulang.

Tetapi rasanya ada sesuatu yang kurang…apa karena tidak ada Lana? Bukan…bukan itu…

CIIIIIIIIIITTTTTTT!!!!!!!!

Edgeworth tiba-tiba mengerem mendadak. Ema yang sedang melihat pemandangan di Beverly Hills kepalanya terbentur kaca dengan keras sampai benjol, buku dan iPodnya jatuh ke bawah. Kotak perangkat manicure Franziska jatuh dan isinya berhamburan di karpet mobil, untung saja botol cat kuku Ariadoney-nya belum sempat dibuka atau cat kuku mahal tersebut akan tumpah dan berceceran di mobil ayahnya (Dan sudah pasti Manfred akan tambah murka. Edgeworth dan Franziska mencoba untuk tidak berkelahi seperti kemarin atau merusak apapun yang menjadi milik Manfred setelah insiden pohon pakis. Untung saja Paulina sudah menyiapkan pohon pakis yang sama persis kalau tidak mereka harus terbang ke Saudi Arabia dan menyusuri gurun hanya untuk mencari pohon pakis seharga puluhan juta itu)

“Mr. Edgeworth! Kenapa anda tiba-tiba mengerem mendadak?! Aku jadi terbentur kaca sampai benjol, nih!” protes Ema “Bruderlein, kau jangan menyetir sembarangan dong! Kau mau papa nanti marah-marah ketika pulang karena mobil favoritnya dirusak olehmu?!” tambah Franziska. Edgeworth yang dihujani protes dua cewek dari kursi belakang hanya diam.

“Hei, aku baru sadar kalau kita melupakan satu hal penting…” katanya tiba-tiba. Franziska dan Ema saling memandang, dan sama-sama saling melihat wajah heran satu sama lain. “Hal penting apa, bruderlein?” tanya Franziska sambil merapikan isi tas manicure setnya. “Kita…kita sekarang akan menjemput William, tapi…” katanya ragu-ragu. “Tapi apa?” tanya Ema heran.

“Kita belum mempersiapkan apa-apa kan?”

Dan dua gadis itu spontan merespon “OH IYA!” dengan mata melotot dan mulut menganga.

“Tapi kita tidak ada waktu lagi! Sudahlah, kita jemput dulu William di Cedars-Sinai, dan soal barang-barang yang kita perlukan…setelah ini kita cari di Wal-Mart” kata Edgeworth. Mereka setuju, lalu Edgeworth melanjutkan menyetir. “Aku akan menelepon Gioseffo dan suruh dia untuk memanggil interior designer langganan kita di Italia untuk segera datang dan membuatkan kamar bayi di penthouse-mu” kata Franziska sambil mengeluarkan Blackberry Bold-nya dari tas dan menekan tombol untuk menelepon ke ponsel butler mereka sementara Ema melanjutkan membaca buku sampai mereka tiba di Cedars-Sinai.
Back to top Go down
http://natsumi726.deviantart.com
mikumo-hime
Prosecutor
Prosecutor
mikumo-hime


Female Number of posts : 373
Age : 32
Location : ShinRa Company, 70th floor
Reputasi : 0
Registration date : 2008-09-07

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeThu Nov 13, 2008 6:57 pm

Ketika mereka sampai di bangsal pediatrik, mereka bertemu lagi dengan Dr. Landell. Ia memberikan surat akte kelahiran untuk diisi oleh Edgeworth, sementara Ema mengajak Franziska untuk melihat William yang sekarang sudah dikeluarkan dari inkubator dan ditempatkan di tempat tidur bayi dekat kaca besar tempat para orangtua dan kerabat berkumpul untuk melihat anak-anak yang baru lahir. Franziska hanya memandangi William tanpa ekspresi sambil berpikir bahwa keponakannya ini lebih mirip monyet dan tidak ada lucu-lucunya. Toh dia memang benci anak-anak karena mereka berisik, rewel dan menyebalkan.

Beberapa saat kemudian, Edgeworth sudah selesai mengisi akte kelahiran dan memberikannya lagi kepada Dr. Landell, lalu masuk ke dalam bangsal bayi untuk menjemput William. Seorang suster lalu mengangkat William dengan hati-hati dari tempat tidurnya dan membungkusnya dengan selimut motif beruang yang dihadiahkan dari Dr. Landell, lalu menyerahkannya pada Edgeworth. Edgeworth yang tiba-tiba disodori bayi untuk digendong hanya diam saja karena tidak tahu cara menggendong bayi yang benar dan takut menjatuhkannya. Suster itu hanya tersenyum dan menyuruhnya untuk mengangkat tangannya dan menyerahkan William dalam gendongannya. Dengan hati-hati, ia membetulkan posisi tangannya mengikuti saran suster itu agar ia dapat menggendong William dengan benar. Edgeworth lalu mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua staf NICU yang sudah merawat William, terutama kepada Dr. Landell. Ia lalu keluar dari bangsal bayi, disambut oleh Franziska dan Ema. Franziska yang melihat bruderlein-nya menggendong bayi langsung melongo dan sedetik kemudian tertawa terbahak-bahak. Ia tidak tahan dengan pemandangan yang membuatnya geli itu. “HAHAHAHAHAHAH! Tak disangka juga suatu hari aku bisa melihat bruderlein menggendong bayi dan menjadi seorang ayah! Duh, kalau Lana melihatmu pasti dia juga tertawa terbahak-bahak sepertiku! Hahahahaha, aku tidak sabar untuk memberitahunya pada semua orang di Kantor Kejaksaan Tinggi!” katanya sambil menahan tawa. “Diam, Franziska! Aku tidak mau dia bangun atau kau membuatku emosi sampai aku menjatuhkan dia, nih! Masa baru beberapa meter dari NICU aku sudah membuat anakku celaka?!” protes Edgeworth. Tapi terlambat, begitu mereka keluar dari pintu lobi utama Cedars-Sinai menuju tempat parkir, William menangis. Tangisannya lebih lantang dari yang mereka kira dan membuat telinga mereka pekak. Edgeworth mulai panik, mencari akal agar William berhenti menangis. Tapi mendadak ia menjadi blank dan hanya bisa diam mematung di depan mobil.

“BRUDERLEIN! LAKUKAN SESUATU TERHADAP ANAK ITU! KAU KAN AYAHNYA!” kata Franziska sambil menutup kuping.

“HOLD IT! FRANZISKA, AKU TIDAK TAHU APA-APA TENTANG BAYI!” balas Edgeworth setengah berteriak seperti Franziska di awal tadi karena suaranya kalah dengan tangisan William jika dia berbicara dengan volume biasa.

“BRUDERLEIN BODOH! KALAU KAU SAMPAI MENGHANCURKAN RUANG BACA KITA HANYA UNTUK MENCARI NAMANYA, KENAPA TIDAK BACA BUKU CARA MERAWAT BAYI SEKALIAN?!”

“AKU BENAR-BENAR TIDAK SADAR, FRANZISKA! LAGIPULA INI DILUAR DUGAANKU!”

“BRUDERLEIN, YANG NAMANYA BAYI ITU PASTI ADA CARA KHUSUSNYA UNTUK MERAWATNYA DAN ITU YANG HARUS DIPELAJARI OLEH ORANGTUANYA! PAKAI AKAL SEHATMU DONG!”

“KENAPA JADI KAU YANG MARAH-MARAH, FRANZISKA?! SEMESTINYA AKU YANG MARAH! KAU YANG TERTAWA KERAS-KERAS SAMPAI MEMBANGUNKAN WILLIAM!”

“EINSPRUCH! BUKANNYA KAU YANG MEMBENTAKKU SAMPAI MEMBUAT DIA KAGET?! KAU KAN YANG MENGGENDONGNYA!”

“OBJECTION! POKOKNYA KAU YANG MEMBUAT DIA NANGIS!”

“BUKAN! INI GARA-GARA BRUDERLEIN!”

“POKOKNYA KAMU!”

“BUKAN, KAMU!”

“KAMU!”

“KAMU, BRUDERLEIN!”

“KAMU, SCWESTERLEIN!”

“EINSPRUCH! JANGAN PANGGIL AKU SCHWESTERLEIN!”

“OBJECTION! BUKANNYA KAU YANG SEHARUSNYA JANGAN PANGGIL AKU BRUDERLEIN?!”

“SUDAH CUKUP! CUKUUUUUUPPPPPP!!!!!!!!!!!!! KALIAN BERDUA! DIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIAAAAAAAAAAAAAAAMMMM!!!!!!!!!!” Ema berteriak kencang-kencang sampai semua orang di depan rumah sakit memandanginya. Yang kini terdengar hanyalah suara mobil, burung-burung dan tentu saja tangisan William. “Kalian berdua bagaimana sih?! Masa bertengkar di depan umum di saat seperti ini? Seperti anak kecil saja! Ini bukan di ruang sidang, tahu! Mr. Edgeworth, kau seharusnya bersikap lebih dewasa! Kau juga, Franziska! Kau semestinya tidak mentertawakan Mr. Edgeworth!” dan kedua kakak beradik itu menunduk lesu sementara orang-orang melihat pemandangan itu dengan tatapan heran. Bagaimana tidak, dua orang dewasa dimarahi dan diceramahi oleh seorang anak SMU kelas satu. Edgeworth yang pandangannya kini tertuju pada William yang menangis merasa tidak tega dan akhirnya mencoba mendiamkannya dengan menimang-nimangnya sambil terus berjalan menuju mobil mereka bersama Franziska dan Ema.

“Sssh…jangan nangis, William…daddy’s here, little baby…” kata Edgeworth dengan nada dan wajah yang lembut. Franziska menahan tawa sekuat tenaga sampai wajahnya tidak karuan dan terbatuk-batuk, sementara Ema mencubit tangan Franziska kuat-kuat agar ia tidak tertawa lagi karena William sudah mulai tenang. Setelah sampai di depan mobil, Edgeworth langsung menyerahkan William kepada Ema untuk mengambil kunci mobil dalam sakunya. Ia yakin jika ia menyuruh Franziska untuk menggendong William, ia pasti akan langsung histeris dan menjatuhkan anak itu ke aspal. Di mobil, Edgeworth tetap menyerahkan tugas untuk menggendong William kepada Ema. Franziska tidak terlalu mempedulikannya, malah ia senang karena tidak perlu menggendong bayi yang dianggapnya ‘mengerikan’ itu selama perjalanan menuju Wal-Mart terdekat dan bisa kembali mengerjakan manicurenya yang sempat tertunda.


Edgeworth kembali menggendong William ketika mereka sampai di Wal-Mart. Mereka tidak membuang-buang waktu dan langsung menuju bagian perlengkapan bayi dan memborong hampir semua barang – mulai dari kursi bayi untuk di mobil, botol susu, kereta bayi, sampai dot bayi. Untuk pampers dan pakaian, mereka memilih ukuran terkecil yang ada karena William bayi anic li (dan itupun masih agak kebesaran). Beruntung ketika mereka sedang sibuk berbelanja, William hanya berbaring dengan tenang di dalam dudukan bayi di troli. Ketika Franziska sedang memilih-milih mainan untuk William (Sambil mencoba-coba untuk bergeser ke bagian kosmetik di sebelah), ia mendengar sebuah suara yang sangat familiar. Ia mencari-cari sumber suara itu dan ketika ia menengok anic pintu masuk, jantungnya hampir berhenti.

“AH!!!!!”

Teriakannya tertahan karena takut membuat William menangis lagi dan itu sama saja dengan menggali kubur sendiri. Franziska lalu mendorong troli berisi mainan yang dipilihnya jauh-jauh, dan cepat-cepat berlari dan menarik Edgeworth dan Ema yang sedang sibuk mengangkut dua kemasan pampers ukuran XS sebesar karung beras.

“Ema Skye! Bruderlein! Cepat taruh semua pampers itu dan sembunyi!” kata Franziska anic. “Memangnya kenapa, Franzie?” tanya Edgeworth “Ada Phoenix Wright dan Maya Fey di sini! Tadi aku melihat mereka di pintu masuk!” Edgeworth dan Ema yang mendengar nama itu spontan menaruh pampers dalam troli dan cepat-cepat berlari menuju bagian-bagian yang terpisah. Ema berlari ke bagian perlengkapan kebersihan, Franziska berlari ke bagian sabun dan deterjen, sementara Edgeworth berlari ke bagian kosmetik dan obat-obatan. Begitu mereka sudah siap bersembunyi di tempat masing-masing, mereka baru ingat satu hal:

“WILLIAM!”

Tak satupun dari mereka yang ingat untuk mengambil William dari troli. Tapi Edgeworth sudah keburu disapa oleh Phoenix, sementara Franziska ditabrak oleh Maya yang bermain-main dengan troli dan tidak bisa berhenti. Ema sendiri menabrak tumpukan kaleng sup jagung instan karena tidak melihat jalan dan butuh waktu untuk membuat dirinya sadar setelah dihantam oleh puluhan kaleng berat itu.

“Edgeworth? Sedang apa kau di sini?” tanya Phoenix. Edgeworth yang baru saja mau berlari menuju troli tempat ia meninggalkan William terhenti. “O-oh! Wright! Ke-kebetulan sekali kita bertemu! A-ada apa kau tiba-tiba berbelanja jauh-jauh di Beverly Hills? Bukankah kau tinggal di East Los Angeles?” tanyanya. Walaupun ia berusaha untuk setenang mungkin, suaranya tetap bergetar. Terlihat sekali kalau ia gugup, dan Phoenix yang bereaksi dengan memberikan tatapan aneh tambah membuatnya gugup. “Tidak…aku dan Maya tadi habis mengunjungi rumah klien di Beverly Hills dan kami pikir lebih baik berbelanja dulu sebelum kami pulang…sekalian untuk membelikan Pearls oleh-oleh karena ia sakit demam dan sedih tidak bisa ikut. Larry sedang menjaganya di office-ku” katanya. “Oh ya…kau mau beli apa ke sini?” tanya Phoenix. Edgeworth yang mendengarnya shock.

Apa-apaan ini?! Memangnya dia psycho ya?! Jangan-jangan dia terus-terusan memenangkan sidang karena punya kemampuan untuk membaca pikiran orang?!

“Ehmm….uhmm…oh! A-aku ke sini untuk membeli ini!” katanya sambil mengembat salah satu produk yang dipajang di etalase. Phoenix memandangi kotak yang baru saja diambil oleh Edgeworth dan melihat kearahnya tanpa ekspresi kecuali satu: bingung. Ketika Edgeworth melihat kotak yang baru saja diambilnya itu lebih teliti, terlihat tulisan alphabet yang sangat amat besar tercetak di atas kotak berwarna merah marun seperti setelannya itu:

DUREX FEATHERLITE PREMIUM CONDOM.

Edgeworth lalu cepat-cepat mengembalikan kotak kondom tersebut ke tempatnya dan cepat-cepat mengambil kotak obat anti jamur yang terletak tepat di samping deretan rak kondom. “Kau mau membeli obat anti jamur?” tanya Phoenix yang masih bingung. Siapa yang menyangka kalau orang elit seperti Edgeworth bisa terkena penyakit seperti kadas, kurap, panu atau kutu air? “I…iya! Tapi bukan untukku! Ini…ini untuk… Franziska! Kemarin sehabis pulang dari liburan di Mesir tiba-tiba kakinya kena kutu air! Dia terlalu malu untuk membelinya sendiri dan butlerku sedang sibuk…jadi aku beli sendiri ke sini!” Katanya dengan nada setenang mungkin – walaupun dalam hati ia sangat berharap kalau Franziska tidak ada di lokasi manapun yang masih dalam radius dimana ia bisa mendengar perkataan Edgeworth, atau ia akan dihajar habis-habisan dengan cambuk sehabis ini. Dalam hati ia sangat menyesal telah mengambil obat panu – kenapa aku tidak mengambil betadine yang letaknya jelas-jelas lebih dekat dari kotak kondom sial itu?! Miles, kau bodoh! Bodoh! BODOH!!!! Tapi sepertinya Phoenix mempercayainya. Mereka lalu berpisah jalan dan Edgeworth cepat-cepat menaruh kotak obat jamur itu di sembarang tempat dan berlari sprint ala atlet olimpiade menuju troli tempat ia meninggalkan William. Untung saja William masih tertidur nyenyak di atas dudukan bayi. Dengan hati-hati (sambil melihat kiri-kanan seperti seorang maling) ia mengambil William dan berlari secepat mungkin dan setenang mungkin agar anaknya tidak terbangun. Tapi langkahnya dihentikan oleh seseorang yang sudah siap-siap dengan cambuknya dan wajahnya terlihat sangat murka.

“MEINE LIEBLING BRUDERLEIN….”

“….Ja? Meine liebling schwester?”

“SEJAK KAPAN AKU LIBURAN KE MESIR?! DAN AKU INI TIDAK PUNYA KUTU AIR, TAHU! AKU KAN RAJIN PEDIKUR! TIDAK SEPERTI KAU YANG JOROK…” Edgeworth buru-buru menutup mulut Franziska dengan tangan sebelahnya “Moment mal, moment mal! Franziska, simpan amarahmu sampai nanti di rumah! Kalau kau marah-marah sekarang, nanti William bangun! Kau mau dia nangis lagi dan kita semua ketahuan Wright dan Maya?!” Franziska lalu mengangguk dan barulah Edgeworth melepaskan tangannya. Tak lama kemudian, Ema bergabung dengan mereka. Merasa bahwa Phoenix dan Maya sudah pergi, mereka lalu memutuskan untuk kembali mengambil troli, membayar semuanya lalu pulang ke Beverly Hills. Tapi ketika Ema akan berbelok ke tempat mereka meninggalkan troli, ia memekik dan cepat-cepat menyuruh Edgeworth dan Franziska untuk mundur karena ada Maya di depan dan Phoenix tepat di belakang mereka. Tapi Phoenix malah menyuruh Maya untuk menunggu di situ karena ia ingin mengambil hairgel – yang ada di rak seberang tempat mereka bertiga bersembunyi. Franziska dan Ema yang panik lalu berlari meninggalkan Edgeworth yang sedang menggendong William.

“Hoi! Jangan tinggalkan aku sendiri di siniiiiii!!!!”

Terlambat, dua gadis itu sudah kabur entah ke mana. Edgeworth lalu melihat sekeliling untuk mencari tempat dimana ia bisa menyembunyikan William tanpa harus meninggalkan deretan rak itu – dan akhirnya menemukan satu. Tepat setelah ia menyembunyikan William, Phoenix menyapa Edgeworth. Sementara itu, Franziska dan Ema bersembunyi sambil memperhatikan mereka berdua.

“Edgeworth? Kukira kau sudah pulang…bukankah kau harus cepat-cepat pulang untuk memberikan obat kutu air Franziska?” tanya Phoenix.

“Hah? Kutu air?” Ema lalu memandang Franziska dengan tatapan heran. Franziska hanya menggeram sambil menarik cambuknya kuat-kuat.

“Oh! I…itu…tadi butlerku menelepon dan ia bilang kalau ia sudah membelikannya duluan, jadi aku bisa sedikit santai di sini…lagipula, aku agak malas pulang cepat-cepat”

“Mr. Edgeworth! Lama tak bertemu!” Maya tiba-tiba menyapa. Seperti biasanya, ia terlihat riang. “Lama tak bertemu juga, Maya. Oh ya, aku…aku harus pergi sekarang. Tadi aku ditelepon oleh butlerku kalau atap rumahku bocor dan aku harus beli ember. Jadi…sampai jumpa!” katanya sambil mengambil salah satu ember besar di rak bawah dan cepat-cepat kabur dari situ. Sementara itu, Phoenix dan Maya saling memandang heran.

“Rumah bocor? Nick…bukannya seharian ini cuaca cerah?”

Phoenix yang ditanya hanya bisa garuk-garuk kepala “Entahlah…tadi obat jamur, sekarang ember…apa selanjutnya kita akan melihat dia membeli mesin pemotong rumput untuk mencukur bulu anjingnya?”

Sementara itu, Edgeworth sudah menyusul ke tempat persembunyian kedua gadis itu sambil menenteng ember.

“Kalian iniiii…kenapa meninggalkan aku dan William sendirian?!” protes Edgeworth. Kedua gadis itu hanya bisa membuang muka sambil bersiul-siul. “Oh ya, ngomong-ngomong soal William…dia disembunyikan di mana?” tanya Franziska. Edgeworth langsung membuka tutup ember tersebut dan terlihatlah William yang sedang tidur di dalam ember dengan wajah tanpa dosa, dan tentu saja tidak mengerti bahwa ayah dan tante-tantenya habis berjuang mati-matian.


Setelah itu mereka pulang ke Von Karma Mansion dengan William yang kini sudah ditidurkan dalam car seat khusus bayi di kursi belakang bersama Ema, sementara Franziska duduk di depan sambil memangku sebuah boneka beruang besar dan sebuah kemasan pampers sebesar karung beras. Mobil Range Rover itu dipenuhi dengan berbagai macam barang-barang untuk bayi dan mereka masih cukup beruntung untuk bisa memasukan semua barang itu ke dalam mobil tanpa harus menurunkan satu atau dua penumpang. Perjalanan pulang itu berjalan mulus sampai ada seorang gadis dengan dandanan ala Paris Hilton yang tiba-tiba menyeberang jalan karena anjing pudelnya lepas – dan Edgeworth lagi-lagi terpaksa mengerem mendadak. Biarpun kali ini tidak ada protes dari para gadis-gadis di mobil, tetapi kali ini William terbangun karena kaget dan menangis. Ema berusaha menenangkannya, tapi sepertinya sia-sia. Dan selama 20 menit telinga mereka terus dipenuhi oleh tangisan bayi – atau setidaknya satu orang. Ema memasang iPodnya dengan volume terbesar sambil terus berusaha membuat William berhenti menangis, sementara Franziska akhirnya berhasil memasang handsfree di telinganya dengan susah payah dan menelpon temannya di Jerman – tentu saja volumenya dibesarkan. Edgeworth? Berharap ia tidak kehilangan kewarasannya dan menabrakkan mobil ayah angkatnya ke salah satu pohon di pinggir jalan.

Tenang, tenang Miles! Ini belum satu hari kau membawa anakmu pulang…kau harus sabar…setidaknya perjuangan seumur hidup ini akan terus berlanjut sampai kau masuk liang kubur menyusul ayah dan ibumu di surga...
Back to top Go down
http://natsumi726.deviantart.com
mikumo-hime
Prosecutor
Prosecutor
mikumo-hime


Female Number of posts : 373
Age : 32
Location : ShinRa Company, 70th floor
Reputasi : 0
Registration date : 2008-09-07

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeThu Nov 13, 2008 7:02 pm

@ageha: ini nulisnya ngebut...soalnya fic ini diikutin ke nanowrimo.

minna, doakan saya bisa mencapai 50 ribu kata di akhir bulan!!!!

eniwei, kalo ada typos ato sentence yang aneh harap lapor plis...gue sering ninggalin laptop dalam keadaan nyala semaleman (ga bisa tidur kalo ga denger lagu) dan kayaknya gue lupa close microsoft word dan gw sering nemu kucing gw tidur di atas keyboard...tadi aja gue nemu satu paragraf yang ancur T^T

abis baca comment yaaa...ga perlu panjang-panjang, satu ato dua kata aja udah cukup...hime udah seneng banget...hehehe thanks ^^
Back to top Go down
http://natsumi726.deviantart.com
D. A. Taufik
Bassist of Daiben
Bassist of Daiben
D. A. Taufik


Male Number of posts : 2532
Age : 29
Location : Bogor, Indonesia
Reputasi : 3
Registration date : 2008-07-05

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeSat Nov 15, 2008 5:06 am

jiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinkkkkkkkkkk
cepet amat
Back to top Go down
http://vieralita.deviantart.com/
Reina von Gant
Detective
Detective
Reina von Gant


Female Number of posts : 159
Age : 32
Location : Behind you....~
Reputasi : 0
Registration date : 2008-09-16

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeSun Nov 16, 2008 1:48 pm

Mana lanjutannya??

Critanya keren! Ayo berjuang sampe 50 ribu kata! Pasti bisa!

~gw mau ikutan juga tapi g ada waktu wat nulis padahal gw ada epic plot Miles von Gant~
Back to top Go down
http://reinarandwulf.multiply.com
mikumo-hime
Prosecutor
Prosecutor
mikumo-hime


Female Number of posts : 373
Age : 32
Location : ShinRa Company, 70th floor
Reputasi : 0
Registration date : 2008-09-07

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeMon Nov 17, 2008 7:28 pm

akhirnyaaaa....nyampe 10 ribu kata! horeeee~
tapi masih kurang 40 ribu lagiiii....by the end of the week i have to reach 30 ribu T^T

oke! abis makan tonkatsu ramen (ksukaan naruhobo-sensei) dan stamina recharge, back to woooorrrrkkkkk~

(saya males bikin kamus. kalo ada sesuatu yang ga dimengerti, silakan tanya!)

---

Chapter 5: A baby boy is truly a bundle of JOY

Gerbang besi Von Karma Mansion yang tinggi besar dan berwarna hitam itu langsung terbuka secara otomatis begitu sebuah Range Rover dengan tulisan “PERFEKT” di platnya muncul di depan gerbang mansion besar milik Manfred Von Karma. Louis sang satpam langsung memberi salut hormat kepada Miles yang dibalas dengan anggukan sepintas. Begitu mobil itu akhirnya berhenti di depan driveway, mereka melihat semua pelayan rumah berbaris dengan rapi di depan pintu, siap menyambut seorang anggota baru keluarga yang telah mereka layani selama bertahun-tahun. Franziska langsung melepaskan seatbeltnya, turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah sambil terus menelepon sementara Miles memanggil pelayannya untuk membantu menurunkan barang-barang. Ema tentu saja menjaga William yang masih terus menangis. Ia lalu menyerahkan William pada Miles, berharap ia akan lebih tenang dalam gendongan ayahnya tapi rupanya sia-sia. Mereka berdua lalu masuk ke dalam mansion setelah Miles memberikan kunci mobil kepada chauffeur untuk diparkirkan.

“Wilkommen, Herr Miles! Saya sudah menunggu anda dan putra anda! Siapa namanya?” sambut Paulina ramah. “Namanya William…Bisakah kau menolong aku, Paulina? William menangis terus dan aku tidak tahu kenapa dan apa yang harus kulakukan!” kata Miles sambil menyerahkan William kepada Paulina. Ia lalu langsung menimangnya, lalu mengecek popoknya. Miles berharap bukan itu, namun apa daya, sehandal apapun ia menjadi jaksa ia tidak bisa melawan sebuah hukum yang bernama hukum alam.

“Masalahnya cukup simpel, Herr Miles. Popok Meistern William basah” kata Paulina. Mereka berdua lalu saling menatap cukup lama tanpa berbicara apa-apa sampai akhirnya Miles kembali berbicara “Paulina, kenapa kau menatap aku seperti itu? Cepat gantikan popok William!” perintahnya. Paulina lalu menggeleng, dan menarik tangan Miles sementara tangan satunya menggendong William. “Fraulein Skye, tolong bawakan popok ganti Meistern William!” perintahnya kepada Ema yang sedang duduk di atas sofa dan menonton orang-orang menurunkan barang-barang yang tadi mereka beli di Wal-Mart. Ema lalu menuruti perintah Paulina, mengambil barang yang diminta lalu mengikuti Miles dan Paulina.

“Hei! Moment mal! Moment mal, Paulina! Kau mau membawaku ke mana?! Bukankah kau kusuruh untuk menggantikan popok William?!” tanyanya bingung sambil terus diseret oleh Paulina dan diikuti oleh Ema dari belakang “Herr Miles, saya mengasuh anda dan Frau Franziska sejak kecil, tapi anda sekarang sudah dewasa dan punya anak sendiri, saya tidak bisa mengasuh anda lagi” kata Paulina “Jadi?” tanya Miles bingung “Jadi, saya tidak bisa memanjakan anda. Tapi saya sebagai pengganti ibu anda saya wajib mengajarkan anda untuk menjadi ayah yang baik”. Miles mempunyai firasat buruk, tetapi tidak berani bilang apa-apa. Mereka lalu masuk ke kamar Miles dan masuk ke kamar mandi pribadinya yang agak terlalu luas untuk ukuran sebuah kamar mandi. “Herr Miles, tolong gelar handuk di meja wastafel anda” katanya. Miles menurut dan mengambil handuk dari rak dan menggelarnya di meja marmer tersebut. Paulina lalu menaruh William di atas handuk dan menyuruh Miles menggantikan popoknya. Dengan berat hati Miles lalu melepaskan popok William pelan-pelan dan melakukan seperti apa yang diperintahkan Paulina. Tapi…

“WUAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHH!!!!!!!!!!!!!!!”

Teriakan histeris Miles mengagetkan seisi rumah. “Bruderlein, ada apa?!” tanya Franziska sambil ia menyeruak masuk ke dalam kamar mandi bersama dua pelayannya Joseph dan Emmanuel. Ema dan Paulina tertawa terbahak-bahak sampai terguling-guling, sementara Miles hanya berdiri mematung menghadap kaca. Ia lalu berbalik menghadap Franziska dan terlihat bekas basah di bajunya.

“Bau pesing…bruderlein…jangan-jangan…”

“William mengencingi aku” kata Miles dengan nada datar.

Hanya butuh satu detik untuk Franziska untuk ikut bergabung dengan Paulina dan Ema yang tertawa terbahak-bahak. William hanya memandangi ayahnya yang terlihat seperti seseorang yang siap untuk membunuh seseorang dengan sadis…dengan wajah tanpa dosa yang membuat amarah Miles langsung reda dalam hitungan detik dan kini Miles hanya bisa menghela napas panjang.
Back to top Go down
http://natsumi726.deviantart.com
mikumo-hime
Prosecutor
Prosecutor
mikumo-hime


Female Number of posts : 373
Age : 32
Location : ShinRa Company, 70th floor
Reputasi : 0
Registration date : 2008-09-07

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeMon Nov 17, 2008 7:30 pm

Setelah berjam-jam membaca buku manual dan beradu argumen dengan Ema, Joseph, dan Emmanuel, akhirnya bassinet untuk William selesai dirakit. William yang sejak tadi ditidurkan di atas ranjang Miles ditemani oleh Paulina lalu digendong ayahnya dan ditidurkan dalam bassinet. William terlihat manis dalam bassinet berwarna biru muda berenda itu, pikirnya. Tapi baru saja sedetik Miles menganggap anaknya manis, ia sudah menangis lagi. “Aduh…kau tidak ngompol lagi kan?” kata Miles sambil mengecek popoknya. Kering. Miles menghela napas lega, tapi William masih menangis. “Mungkin dia lapar, Mr. Edgeworth” kata Ema. Betul juga, semenjak dibawa pulang dari rumah sakit, ia belum diberi susu sama sekali. Paulina lalu menyuruh Ema menjaga William sementara ia menyeret anak asuhnya ke dapur.

---

Pelayan-pelayan keluarga Von Karma berkumpul di depan pintu dapur. Mereka saling berbisik dan mengingatkan untuk tetap tenang jika ada satu yang berbicara terlalu keras. Para pelayan pria dan wanita, butler, koki dan tukang kebun berdesakan di depan pintu dapur yang sempit untuk mengintip apa yang terjadi di dalam. Sudah merupakan kebiasaan para pelayan Von Karma Mansion untuk mengintip ketika Paulina memarahi seseorang. Tapi kali ini tontonan rutin mereka lebih menarik karena bukan rekan mereka yang dimarahi, tetapi tuan mereka sendiri, Herr Miles.

“Nein! Nein! Herr Miles, anda memasukkan susunya terlalu banyak! Ah, anda juga memakai botol yang belum disteril! Kan sudah kubilang, Herr Miles! Botol susu untuk bayi harus disteril dulu dengan sterilizer sebelum digunakan! Apalagi Meistern William bayi prematur, anda harus lebih hati-hati! Bayi yang lahir prematur lebih rawan terkena penyakit karena antibodinya lebih lemah! Lalu…” Paulina mengomel panjang lebar, sementara Miles hanya bisa menggerutu sambil mencuci botol susu lalu menaruhnya dalam sterilizer. Sementara menunggu botol selesai disteril, Paulina terus berkotbah melanjutkan omelannya tanpa tahu bahwa semua pelayan sedang menonton mereka berdua dari pintu dapur. Andai ia tahu, ia pasti akan marah besar. Tapi tetap saja mereka mengintip karena tak ada satupun pelayan di mansion itu yang akan melewatkan pemandangan langka: Herr Miles pergi ke dapur mencuci botol susu bayi dan memakai celemek pink berenda-renda milik kakak perempuan Frau Franziska yang sekarang sudah menikah dan tinggal di Italia bersama suami dan putri mereka. Apa boleh buat, karena itu satu-satunya celemek tersimpel yang bisa melindungi kemeja Hugo Bossnya dari noda susu. Pilihan lain adalah celemek milik ibu angkatnya yang bermotif bunga mawar dan rendanya lebih heboh daripada celemek milik kakak perempuannya.

Sterilizer berbunyi, tanda bahwa botol susu William kini sudah steril. Baru saja Miles mau mengambilnya, Paulina membentaknya “Herr Miles! Cuci tanganmu dulu sebelum mengambil botol susu!” Miles lalu mencuci tangannya di wastafel memakai sabun antiseptik seperti yang diperintahkan oleh Paulina dan mengeringkan tangannya, baru mengambil botol susu dari sterilizer. Baru saja ia mau mengambil bubuk susu formula dari kalengnya, Paulina lagi-lagi membentaknya “Herr Miles! Jangan menaruh bubuk susu dahulu! Isi airnya dulu baru taruh bubuknya! Ingat, jangan pakai air keran! Pakai air mineral atau air yang sudah disteril!” Miles lalu mengambil air dari galon air mineral Evian dan mengisi secukupnya, lalu baru ia ambil lagi bubuk susu formulanya “Ingat, takarannya harus benar-benar pas dengan sendok takaran! Jangan terlalu banyak atau Meistern William bisa sakit!” katanya tegas. Setelah itu Miles memasang dot botol susu, menutup rapat botol itu dan mengocoknya sampai semua bubuknya tercampur rata dengan air. Setelah susunya selesai dibuat, Miles segera mencopot celemek yang memalukan itu dan melangkah keluar dapur, tetapi Paulina menarik kerahnya dan menghentikan langkahnya “Tunggu dulu, Herr Miles! Aku harus memeriksa apakah susu ini layak untuk diminum Meistern William atau tidak!” katanya sambil merebut botol susu dari tangan Miles. Mula-mula Paulina meneteskan sedikit susu itu ke pergelangan tangannya, lalu menjilatnya. Ia lalu memperhatikan ke bagian dalam susu dan mengocoknya sedikit. Beberapa saat kemudian, ia menatap anak asuhnya dan tersenyum.

“Jadi?” tanya Miles

Paulina menyerahkan kembali botolnya ke tangan Miles “Buat lagi”

Miles menatap tidak percaya “Apa yang kaubilang barusan?”

“Kubilang, buat sekali lagi, Herr Miles. Kau tidak menyadari kalau ada semut di dalam” kata Paulina sambil menunjuk semut yang mengambang di antara susu formula yang baru saja dibuatnya dengan susah payah.

Dan saat itu juga, Miles melotot tidak percaya dan berteriak sekencang-kencangnya dalam hati.

TIDAAAAAAAAAAAAAAAAAAKKKKKKKKKKK….

---

Miles berlari di sepanjang koridor Von Karma Mansion, diikuti oleh Paulina dari belakang. Napasnya sudah ngos-ngosan dan jarak menuju kamarnya sendiri masih cukup jauh. Dalam hati ia mengingatkan dirinya agar jangan lupa untuk membawa Segway kalau ia pulang lagi ke sini. Ia baru sadar kalau rumahnya di Beverly Hills ternyata sangat besar – tapi belum sebanding dengan rumah kakeknya di Bethesda, Washington DC. Begitu ia sampai di depan pintu kamarnya, cepat-cepat ia membuka pintunya dan disambut oleh tangisan William yang luar biasa kencang. “Mr. Edgeworth! kau lama sekali!” protes Ema “Maaf, maaf! Tadi aku harus membuat ulang karena ada semut masuk di susunya!” katanya sambil menghampiri William. Pelan-pelan Miles menggendong putranya dan menyangga kepalanya seperti yang sudah diajarkan Paulina, lalu memberi susunya. William langsung tenang dan meminum susunya dengan lahap. “Dasar rakus. Kau mirip sekali dengan tantemu, tahu?” katanya mengejek. Tapi William terus saja meminum susunya sementara ayahnya malah digebuk boneka kelinci oleh Ema.

Tak lama kemudian, William sudah selesai minum susu. Miles lalu meletakkan botol susu di meja samping tempat tidurnya sementara Ema bergeser mendekati William dan mengajak bermain peek-a-boo. Tepat pada saat Ema berteriak “Boo!” sambil pura-pura mengagetkan William, ia tersenyum untuk pertama kalinya. Senyuman polosnya yang begitu imut meluluhkan hati sang demon prosecutor yang langsung menitikkan air mata bahagia dan memeluknya erat-erat.

CPROT

Baru saja Miles berdiri sambil memeluk anaknya, tiba-tiba ia mendengar bunyi sesuatu tumpah dan pundak kirinya terasa basah. “Mr. Edgeworth, William muntah…” kata Ema. “Ah! Ma-maafkan saya, Herr Miles! Saya lupa memberitahu kalau anak bayi sehabis minum susu punggungnya harus ditepuk-tepuk sampai ia sendawa...kalau tidak nanti ia akan muntah dan anda harus meminumkan susunya sekali lagi” kata Paulina.

Miles hanya bisa diam mematung.

“Herr Miles? Anda tidak apa-apa kan?” tanya Paulina. Miles menunjukkan wajah murka kepada Paulina sambil berteriak kencang-kencang:

“OOOOOOOBBBBBBBBJJJJJJJEEEEEEEECCCCCCTTTTTTTTTTIIIIIIIIIOOOOOOOOOOOOOONNNNNNNNNNNNNNNN!!!!!!!!!!!!!!!!!!”
Back to top Go down
http://natsumi726.deviantart.com
mikumo-hime
Prosecutor
Prosecutor
mikumo-hime


Female Number of posts : 373
Age : 32
Location : ShinRa Company, 70th floor
Reputasi : 0
Registration date : 2008-09-07

it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitimeMon Nov 17, 2008 7:32 pm

Malam hari, Miles sedang menonton siaran berita CNN di kamarnya sambil memangku William yang tidur bersandar di perutnya karena takut kalau memindahkan William ke bassinet, ia akan bangun dan menangis. Wajahnya lelah dan terlihat kusut, seperti orang yang baru saja kalah sidang. Tapi yang baru dihadapinya siang tadi bahkan lebih menyebalkan dan berbelit-belit daripada sebuah sidang melawan Phoenix Wright. Setelan Massimo Dutti dan cravat sutra asli dupion-nya terkena ompol bayi, kemeja Hugo Boss-nya terkena muntahan, dan pengasuhnya waktu kecil sejak tadi memberikan pelajaran mengurus bayi ala Spartan. Ia tak menyangka mengurus bayi bisa membuatnya lebih lelah daripada main golf 18 hole.

Apa aku telah membuat keputusan yang salah?

Tiba-tiba William menangis. Miles tersentak dan lamunannya buyar. Biasanya kalau William menangis karena popoknya basah atau karena ia lapar. Tapi ia sudah minum susu dan popoknya baru saja diganti.

Masa sih dia tahu kalau aku baru saja berpikiran buruk tentangnya?

Diantara kebingungannya, tiba-tiba handle pintu kamarnya bergerak sendiri dan Pess menyeruak masuk ke dalam. Miles cepat-cepat mengangkat William tinggi-tinggi dan menjauhkan anaknya sejauh mungkin dari anjingnya karena anak yang lahir prematur masih sangat rentan terhadap kuman. Jangankan binatang peliharaan, kerabat saja dilarang mengunjungi William selama satu bulan kedepan. “Pess! Pess! Jangan ke sini! Ayo keluar!” tapi sia-sia, Pess malah mengejar Miles. Mungkin ia dikira menyembunyikan makanan atau mainan, sehingga Pess malah makin tertarik untuk mendekatinya. Pess melompat-lompat dan mengacak-acak ruangan itu hingga porak poranda dan tentunya, banyak kuman - seingatnya tadi siang Pess baru saja berlari-lari di taman bersama pelatihnya untuk diet. “GIOSEFFO! PAULINA! EMANNUEL! SIAPA SAJA, TOLONG TANGKAP PESS!” teriaknya histeris sambil terus berlari agar William tidak tersentuh oleh Pess. Baru saja ia mau bersembunyi di kamar mandi, kakinya tersandung oleh bassinet William yang terguling karena ditabrak Pess. Untung saja William tidak menyentuh lantai sedikitpun. Sebagai gantinya, sikunya yang terbentur lantai dan rasanya sangat menyakitkan. Ia mencoba untuk berdiri, namun sepertinya kakinya keseleo dan ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menjatuhkan William walaupun sikunya sakit sekali. Mengandalkan pendengarannya, terdengar napas Pess yang suaranya makin besar. Gawat, ia mendekat! Dengan sekuat tenaga, sambil terus memegangi William agar ia tidak jatuh ke karpet yang sekarang pasti sudah banyak kuman karena diinjak-injak oleh Pess, ia merangkak ke pintu kamar mandi. Tapi secepat apapun ia merangkak, apalagi dengan menggunakan perut dan sikunya, tetap saja Pess lebih cepat. Ia mengira Pess akan menginjaknya ketika tiba-tiba Pess menggonggong seperti anak anjing ketakutan. Jarang sekali ia menggonggong seperti itu, kecuali jika dimarahi oleh Manfred. Ia berbalik badan dan harapannya terwujud, Emmanuel dan Gioseffo sedang menahan Pess di lantai. Mereka lalu menggiring Pess keluar ke kamarnya (Pess punya kamar pribadi di Von Karma Mansion) sementara Paulina dan beberapa pelayan segera masuk ke dalam kamar. Madeline dan Johnson, dua pelayan berkebangsaan Filipina segera membantu Miles berdiri dan membawanya ke kamar Manfred. Thomas yang dari Texas menggendong William, sementara empat pelayan lainnya diperintahkan oleh Paulina untuk mulai membersihkan kamar - dimulai dari mengganti semua yang terinjak oleh Pess mulai dari sarung bantal sampai karpet, mengembalikan barang-barang yang berserakan di lantai ke posisi semula, dan tidak lupa menyemprot kamar itu dengan antiseptik agar William tidak terkena penyakit.

Sementara para pelayan sedang sibuk membersihkan kamarnya, Miles baru saja selesai mandi di kamar mandi Manfred. Ia langsung disuruh mandi oleh Paulina karena bajunya cukup kotor karena merangkak di lantai yang sudah dipenuhi oleh tapak kaki anjing. Sudah tak terhitung berapa kali ia mandi hari ini, entah karena terkena ompol atau muntahan, dan sudah berapa banyak baju designer-nya masuk ke binatu – padahal belum sehari William dibawa pulang. Dengan kaki terseok-seok karena keseleo, ia melangkah menuju tempat tidur. Madeline sudah menunggu di sisi tempat tidur dengan kotak P3K dan Thomas masih menggendong William (entah kenapa William menjadi sangat tenang setelah keributan itu) Ia lalu duduk dan meminta Thomas untuk membawakan William ke sisinya sementara Madeline berlutut dan mulai membalut kakinya yang keseleo dengan perban. Dari keadaannya, sudah jelas besok ia harus pergi ke kantor kejaksaan agung dengan sandal. Ia tak mungkin memakai sepatu karena kakinya bengkak.

“Thomas, kau punya anak?” tanya Miles tiba-tiba memecah keheningan.

“Ya, Herr Miles. Saya punya seorang putri. Sekarang ia sudah berumur 12 tahun dan tinggal bersama orangtua saya di Jerman” jawabnya sambil menimang William.

“Oh…pantas saja, kau kelihatannya sudah terbiasa mengurus anak”

“Saya juga dulu seperti anda kok, Herr Miles. Saya bercerai dengan istri saya ketika putri saya berusia 6 bulan dan saya yang harus mengurusnya”

“Lalu?”

“Memang merepotkan…bahkan saya sering terpikir untuk meninggalkannya di tengah jalan begitu saja atau saya serahkan saja dia ke kerabat saya yang kaya karena saking stresnya. Tapi…”

“Tapi?”

“Lama-lama menyenangkan kok. Saya justru bersyukur bisa menyaksikannya tumbuh besar” jawab Thomas sambil tersenyum.

Tak lama kemudian, Madeline sudah selesai membalut kakinya. Ia lalu memutuskan untuk kembali ke kamar dan meminta Thomas untuk menggendong William sampai kamar karena tangannya harus bertumpu pada tembok untuk berjalan. Ketika sampai di kamar, Miles mencium bau antiseptik yang sangat keras. Ia berusaha untuk menghiraukannya dan memilih untuk tidur di antara bau antiseptik yang bahkan lebih menyengat daripada NICU di rumah sakit ketimbang untuk memilih tidur di kamar Manfred - ia tidak percaya dengan yang namanya monster di bawah kasur ataupun hantu, tetapi entah kenapa kamar Manfred terasa sangat menakutkan baginya dan Franziska. Dan lagi, memindahkan bassinet William sangat merepotkan dan berbahaya bagi bayi untuk tidur bersama-sama orangtuanya di ranjang. Apalagi William sangat kecil, ia harus ekstra hati-hati paling tidak sampai berat badannya naik dan pertahanan tubuhnya menguat (dan agar ia tidak diomeli oleh Dr. Landell dan Paulina) Setelah menidurkan William dalam bassinet, Miles mengucapkan selamat malam dan terima kasih kepada semua pelayannya yang telah direpotkannya tengah malam karena insiden Pess dan menutup pintu setelah semua pelayannya keluar. Ia lalu mematikan lampu dan kembali ke tempat tidur. Ia menghela napas panjang karena lega sambil merebahkan dirinya.

“Huaaaah…benar-benar hari yang panjang! Dan ini belum satu hari William ada di rumah…bagaimana nanti kalau ia kubawa pulang ke penthouseku?!” keluhnya. Ia lalu menatap langit-langit kamarnya di antara kegelapan tanpa memikirkan apa-apa. Tubuhnya sangat lelah, tetapi ia tidak bisa tidur. Ketika berbalik ke samping, ia menemukan foto Lana tergeletak di meja samping tempat tidur.

Lana…

Andai saja kau di sini bersamaku dan William, aku pasti tidak bingung begini.

Aku sejujurnya masih tidak tahu harus bersikap bagaimana kepada William.

Aku juga sebenarnya takut tidak bisa menyayangi anak itu, karena bagaimanapun juga kau meninggal karena melahirkan anak itu. Entah kenapa kadang di benakku selalu saja terlintas pikiran bahwa ia yang membunuhmu, padahal aku tahu kematianmu itu bukan salahnya atau salah siapapun juga.

Aku tidak yakin bagaimana perasaanku terhadap anakku sendiri. Franziska bilang kalau aku menyayanginya, tetapi aku menganggap kalau ia sama sekali tidak manis (walaupun kadang-kadang aku luluh juga) dan ia bisanya hanya makan, tidur, nangis dan ngompol.

Aku juga tidak tahu mengapa aku sampai memutuskan untuk membawanya pulang dan membesarkannya…aku tidak tahan jika sampai seterusnya aku terus hidup tidak karuan seperti ini! Memang ini baru satu hari, tetapi…aku benar-benar takut. Oke, mungkin aku terdengar paranoid dan sinis tetapi aku memang benar-benar takut.

Apa aku bisa membesarkannya dengan baik?


---

IYAKLOHHHH ENDINGNYA LEBAIIIIIIIII~ ini gara-gara ngetik setengah tidur! T^T
Back to top Go down
http://natsumi726.deviantart.com
Sponsored content





it's a turnabout life Empty
PostSubject: Re: it's a turnabout life   it's a turnabout life Icon_minitime

Back to top Go down
 
it's a turnabout life
Back to top 
Page 1 of 2Go to page : 1, 2  Next
 Similar topics
-
» Turnabout Confession?
» Turnabout Pizza (Admin's Project #1)
» Lynne Ashe - Proof of a Turnabout

Permissions in this forum:You cannot reply to topics in this forum
The First Indonesian Phoenix Wright Forum :: Berry Big Circus :: Deauxnim's Spot-
Jump to: